Analisis dan Harmonisasi Partai Politik Strategis – Keberagaman
Oleh : Uung Ibnu Shobari – UIS
Pendiri Rumah OPTIMAL – Organ Politik Madeenah Internasional
[Management for Islamic Political Issues Consulting]
Mediapublik.co,
Pandeglang, – Menyoal 3 (tiga) kandidat calon Presiden Republik Indonesia, tercatat resmi di lembaga negara yang empunya urusan pesta demokrasi, yaitu di KPU RI sejak mereka bertiga mendaftarkan diri menjadi salah satu kandidat Presiden RI. Bahwa ketiga calon presiden tercatat menjadi kandidat yang telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Kita kesampingkan dulu urusan cawapresnya, melainkan kita akan kupas secara eksplisit 3 (tiga) capres yang telah diumumkan kepada publik sejak tanggal 13 November 2023 itu dengan menjadi tolak ukur keberhasilan bangsa Indonesia guna mempersiapkan pemimpin masa depannya dalam mewujudkan nilai-nilai demokrasi yang berdaulat atas prinsip kejujuran dan berkeadilan.
Siapa sesungguhnya diantara 3 (tiga) Capres ini yang diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia ? Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan atau Ganjar Pranowo ?
Kita kupas secara perlahan, bahwa ketiganya adalah putra terbaik bangsa dalam tataran normatif yang secara implisit maupun eksplisit telah memiliki rekam jejak kepemimpinan yang tidak sembarangan. Dalam kompetesi politik praktis, pascaresmi menjadi kandidat Capres RI mulai terdengar bahwa di telinga rakyat Indonesia ada yang mencurahkan pilihannya kepada Anies, kepada Prabowo maupun kepada Ganjar dengan tidak berniat menjustifikasi subjektivitas kandidat satu sama lainnya bahwa para konstituen dipastikan mengunggulkan jagoannya.
Telaah kami di Rumah OPTIMAL, sebagaimana data yang didapatkan secara empiris berbarengan dengan hiruk pikuknya kondisi di lapangan telah nyata 3 (tiga) kandidat Capres ini mulai saling menguatkan akurasi data personal maupun validitas data komunalnya guna memastikan siap tidaknya memimpin bangsa besar ini.
Menukil data personal Anies yang terlahir dari insan akademis sempat menjadi Rektor termuda saat menahkodai Universitas Paramadina Mulia besutan Pemikir Islam Cak Nur (Pendiri, red.) sekaligus juga bagian dari kaum intelektual, tentu sangat terukur bagaimana membawa bangsa Indonesia ini menjadi bangsa yang berbasis nilai-nilai ajar tentunya, dengan tetap mengedepankan sistematika brand perubahan yang dikehendakinya.
Lain halnya dengan Prabowo, sebagai seorang purnawirawan TNI dengan pengalaman bakti dan karya keprajuritannya tak pernah mau mundur dan pantang menyerah. Tentu dengan basis kemiliterannya, bangsa Indonesia harus mampu menjadi macan Asia dan macan Dunia dengan memberikan pelayanan keamanan dan pertahanan negara terbaiknya serta terjamin dari segala ancaman apapun. Jika kita kupas kandidat ketiga Ganjar, yang notabene masih menjabat Gubernur Jawa Tengah ini adalah bagian dari keleluasaan demokrasi Indonesia, hingga dari rekam jejaknya sebagai personal yang kritis saat duduk di DPR RI sebelumnya telah melangkah jauh, karena nyaris satu dasawarsa (10 tahun) memimpin Jawa Tengah yang telah didorong oleh mesin partai penguasa saat ini untuk menunjukan dirinya mampu bersaing ketat dalam ajang Capres-menyapres di Republik mayoritas muslim ini.
Ketatnya partai-partai pengusung Capres di bumi pertiwi jika kita ingat, bahwa tarik-menarik dan percaturan hitung-menghitung dalam mengusung seorang Calon Presiden bukanlah hal yang mudah seperti membalikan telapak tangan, melainkan bahwa Partai sebagai mesin politik resmi yang diakui negara tiada lain juga sangat mempertaruhkan gerbong partainya untuk bisa memenangkan kandidat Capresnya.
Seru, dan lebih seru lagi jika kita amati di lapangan saat Kolumnis bercengkrama dengan warga pada umumnya tidak semua faham bagaimana mekanisme partai sebagai kapal yang telah mutlak menjadi syarat menghantarkan Calon Presiden. Persaingan para pemimpin partai politik dari sejumlah yang lolos mengikuti Pemilu 2024 adalah mereka para personal yang memiliki keberanian untuk bertarung secara gentle mempertaruhkan platform partainya masing-masing, termasuk juga harus memiliki kapabilitas analisis politik yang kuat, tepat dan akurat serta betul-betul wajib menimbang takaran visi – misi kandidat capres yang dikehendakinya.
Fakta membuktikan, bahwa yang paling pertama deklarasi mengusung Calon Presiden adalah Partai Nasdem dengan Anies-nya sang mantan Gubernur DKI Jakarta, disusul oleh PDIP dengan menghadirkan Gubernur Aktif Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dengan tidak ketinggalan Partai Gerindra kukuh teguh kesekian kalinya tetap mengusung Prabowo Subianto. Tidak cukup sampai di sini, bahwa kekuatan partai masih panjang alur ceritanya, karena dalam cakupan aturan pemilu di Indonesia mengenal Presidential Treshold dan Parlementer Treshold, maka tidak mudah melenggang kangkung tanpa adanya KOALISI. Di sinilah kita akhinrya secara sistematis mulai memahami sepak terjang Partai Politik di Indonesia secara komprehensif, dengan tidak lagi menghakimi bahwa berpolitik dibawah naungan partai adalah sebuah keniscayaan politik praktis di semua negara penganut nilai-nilai demos-cratos.
Artinya, partai politik sangat tegantung dengan nilai, jumlah dan volume dukungan suara koalisi dalam meloloskan Capresnya.
Dalam modul ajar yang disiapkan lembaga kajian akademis pada situs Fisip Unpatti-ac.id, menyitir banyak definisi Partai Politik, seperti Menurut Sigmund Neuman (1963) partai politik adalah organisasi dari aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintah serta membuat dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan satu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan berbeda.
Sedangkan menurut R.H. Soltau (1961:199) partai politik adalah sekelompok warga negara yang terorganisasi dan bertindak sebagai suatu kesatuan politik yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih dan mengusai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
Akhirnya dengan begitu ketatnya persaingan sistem koalisi partai untuk sama-sama menyelamatkan para kandidit hebatnya, secara yuridis masing-masing partai telah mengukur kemampuannya berdasarkan Peraturan KPU RI. Loncatan dukungan antar-partai bukan saja karena berbeda platform, bahkan hanya karena sedikit salah faham dan atau bahasa pengkhianatan dalam rumus politik masih saja terungakap ke publik, padahal sangat tidak elok jika kita persembahkan kepada pegiat partai di bumi pertiwi yang low jinawi ini. Apa boleh buat, semua itu terjadi dalam pandangan kasat mata yang akhirnya kongsi politik terjadi karena “ rebutan “ Capres dan Cawapres yang akan diusungnya.
Dilansir dari news update rutin dari situs CNN yang disampaikan langsung melalui akun email Kolumnis-UIS berkenaan dengan catatan 3 (tiga) Calon Presiden Republik Indonesia, telah dan selalu memberikan energi positif terhadap keutuhan beragama, berbangsa dan bernegara sekalipun pada kenyataannya, bahwa ketatnya persaingan mesin politik (partai, red.) di lapangan nyaris “ saling serang ego politik & silang pendapat mesin partai “ tapi buktinya, bangsa kita masih bisa kondusif dan tetap mampu menghargai argumen etika politik satu sama lainnya alhamdulillah, sebuah anugerah Illahi untuk bangsa kita dengan tekad Bhineka Tunggal Ika.
Siapa Capres ABG Tersebut ?
Singkatan “ ABG “ yang sengaja ditulis oleh Kolumnis, telah nyata hadir di tengah-tengah kita dan tidak dinafikan jika kita ambil nama-nama kecil mereka dengan sebutan seloroh sedikit rileks dan friendly dari 3 (tiga) Capres RI tiada lain adalah Anies, Bowo dan Ganjar. Tidak cukup di sini, bahwa ternyata betul-betul terjadi di depan mata dari ketiga Capres tersebut betul-betul sebagian dari prosentasi segmen konstituen politiknya adalah menakar suara kemuda-mudaan dan terkesan juga ada ingin meraup suara ke ABG-Abg-an dengan sebutan Generasi Z (Gen-Z, red.)
Tidak perlu berpikir negatif dulu, karena ini merupakan analisis politik bukan analisis disiplin keilmuan lainnya yang terkadang kita terjebak dengan “ ghimic “ serta performance yang setidaknya dipandang berlebihan dan bahkan dibuat norak, bahwa dalam berpolitik adalah sebagian dari hawa branding yang sengaja dibuat sedemikian kontroversialnya. Dalam konteks penguatan sistem branding yang dibuat oleh kandidat Calon Presiden, tentu juga karena pengaruh Konsultan Organ Politiknya yang sangat faham dan aware dengan pasar politik saat ini yang kekinian di zaman now, tanpa disengaja market political accesibilities tumbuh dengan sendirinya dan telah menggiring simbol setelah resmi mendapatkan pasangannya seperti Anies – Muhaimin (AMIN) santer dengan selepetnya, Prabowo – Gibran (PROGIB) mencuat dengan gemoinya serta Ganjar – Mahfudz (GAMA) dikenal dengan sat set sat setnya.
Menyoroti hasil pantauan Debat Capres yang telah tayang secara live, bahwa masing-masing Capres memiliki pola dan bawaan karakter yang jelas berbeda dan bukan untuk dibanding-bandingkan melainkan publik bisa menilai secara terbuka, siapa kandidat Capres yang layak memimpin Indonesia ke depan. Pilihan semua rakyat Indonesia sudah jelas berbeda, namun perbedaan memilih Capres dari ABG (Anies, Prabowo dam Ganjar) tersebut merupakan manifestasi kebaikan-kebaikan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dengan tidak saling menjatuhkan, melemahkan dan atau saling menganggap rendah satu sama lain. Betapa pun kompetisi personal itu nampak dan terkesan terus bersaing dalam menakar elektabilitas ketiganya di lapangan, tentu akan menjadi tolak ukur rakyat Indonesia yang kian kini mulai melek politik dan terdewasakan dengan sendirinya sesuai perkembangan zaman.
Kita semua harus jujur, bahwa masih banyak ketimpangan dan ketidaksempurnaan sistem politik yang tengah kita jalankan untuk membangun negeri ini, namun setidaknya harus berani mengatakan dan mulai melahirkan generasi yang mampu menjadi seperti Insan Pembaharu – Anies (Masyarakat Mujaddid), Kader Berkelanjutan – Prabowo (Masyarakat Populis) dan Sosok Berkemajuan – Ganjar (Masyarakat Tamaddun) sekaligus bahwa sportifitas dalam kancah perpolitikan para Capres ini tiada lain untuk menumbuhkembangkan edukasi politik guna tidak lagi ditabukan oleh siapa pun, karena semua WNI berhak mencalonkan diri menjadi Calon Presiden Republik Indonesia.
Tidak lama lagi, pesta demokrasi di bulan Februari tepatnya tanggal 2 Februari 2024 merupakan momentum perjalanan bangsa Indonesia yang berusia 78 (tujuh puluh delapan) tahun ini tengah dijadikan tolak ukur oleh para calon Pemimpin bangsa dengan tugas beratnya akan menjadi sekaligus Kepala Negara, Kepala Pemerintahan dan Panglima Tertinggi. Artinya, bahwa Anies, Prabowo dan Ganjar (ABG, red.) yang kini mempertaruhkan kapabilitasnya bukan saja karena dipilih dengan cara pemilihan umum yang jurdil, melainkan adalah juga karena ada kuasa Allah Ta’ala yang jelas telah memiliki ketentuan dan kehendak-Nya semata, hanya saja kita diperintahkan untuk berupaya memilih dan menentukan pemimpin terbaik untuk seluruh rakyat Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 45.
Kolumnis selalu mengaitkan dalam setiap catatan opini dan atau jenis tulisan apapun berdarkan pedoman Al-Qur’an, Hadits dan rujukan sumber hukum lainnya agar senantiasa kita tetap dalam koridor bangsa yang menjadi dambaan semua umat manusia sebagai bangsa yang Baldatun Thayyibatun Wa Robbun Ghafoor. Ini adalah patokan dasar bagi para calon Presiden dan atau Wakil Presiden Republik Indonesia yang tengah berupaya memperebutkan singgasana kekuasaan agar mampu mengayuh perjuangan ke-tujuh puluh delapan tahun ini mampu menjawab tantangan grafik bonus demografi dunia di tahun 2035, serta siap siaga untuk menjadi bangsa yang bertandang di panggung dunia Internasional dengan wujud Indonesia Emas di tahun 2045.
Catatan akhir dalam kajian dan analisis politik strategis ini telah banyak dikupas dalam ajaran Islam, bahwa tiada lain ciri salah satu seorang pemimpin adalah orang yang siap berbuat adil bagi rakyatnya dan telah juga termaktub dalam Pedoman Negara Pancasila sila ke-5, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Begitu juga dalam Al-Qur’an telah tercatat perintah-Nya Keharusan Berlaku, Bersifat Adil dan Menunaikan Keadilan dalam Memerintah, yaitu Q.S. Al-Nisa’: 58 : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.
Pada akhirnya, kita semua hanya bisa memohon ampun dan terus tunduk patuh terhadap perintah Allah Ta’ala dan siap menjauhi larangan-Nya sebagai bukti bahwa menjadi seorang pemimpin tidak boleh sandiwara dan sia-sia, melainkan harus mampu menunjukan komitmen tampuk kepemimpinannya untuk mensejahterakan rakyatnya, bukan untuk kelompok dan konco-konconya yang tak memiliki kapasitas bidang keahlian dan peruntukannya.
Betul kiranya definisi petuah yang Islam miliki adalah “ jika urusan diberikan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya, “ termasuk juga petuah lainnya dalam tatakelola kelembagaan adalah “ kedzaliman yang terorganisir, akan mengalahkan kebenaran yang terbengkalai “.
Rasanya ini adalah waktu yang tepat bagi siapa saja yang terpanggil untuk terus menjaga marwah agama, bangsa dan negara dengan terus bergerak untuk kebaikan-kebaikan dalam peta politik tematis, akademis, empiris, strategis maupun berpolitik praktis.
Berharap banyak kepada para calon Presiden Republik Indonesia Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan atau Ganjar Pranowo untuk tetap menjadi kader bangsa yang Shiddiq (Empunya Sifat Berbuat Benar), Tabligh (Selalu Berdakwah – Bergerak), Amanah (Terus Terpercaya), Fathonah (Memiliki Kecerdasan EQ – IQ), ini bukti bahwa jabatan merupakan tanggung jawab dunia dan akhirat yang sejatinya telah dicontohkan oleh para pemimpin dahulu, utamanya merujuk ajaran pemikiran dan filosofi politik Islam berdasarkan nilai-nilai kebangsaan yang secara implisit telah terpatri ruang basis keagamaan – penuh kedamaian dengan balutan norma dan etika yang bersifat universal tanpa membedakan ras, suku dan agama. (Djael/uis45678).