Mediapublik.co Jakarta – Robert Priantono Bonosusatya membantah menguasai saham PT Refined Bangka Tin yang terseret kasus timah ilegal Bangka Belitung. Nama Robert Priantono Bonosusatya muncul dalam kisruh tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk di Kepulauan Bangka Belitung.
Dia disebut terhubung dengan PT Refined Bangka Tin (RBT), perusahaan timah yang terseret kasus itu. Kejaksaan Agung sudah menetapkan 14 tersangka.
Dua di antaranya merupakan direktur PT RBT. Secara kebetulan, Robert kerap juga disapa RBT.
Suparta, Direktur Utama PT RBT; dan Reza, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, sudah ditetapkan tersangka dan ditahan di Kejaksaan Agung.
“Saya bukan pemilik PT RBT,” kata Robert dikutip Majalah Tempo edisi 11-17 Maret 2024.
Adapun kantor PT RBT digeledah penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung pada 23 Desember 2023. Perusahaan tambang itu dituduh terlibat korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
Berdasarkan data di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Suparta menguasai 73 persen saham di PT Refined Bangka Tin. Tak ada nama Robert dalam kepemilikan saham maupun manajemen perusahaan. Itu sebabnya Harris membantah bila Robert terhubung dengan PT RBT, apalagi ikut berperan di balik perusahaan smelter yang berkongsi dengan PT Timah.
Perusahaan timah lain juga ikut digeledah. Hingga awal Maret 2024, total tersangka mencapai 14 orang. Salah seorang di antaranya bernama Tamsil Tamron yang kerap dikenal sebagai raja timah dari Bangka Belitung. Tiga direksi PT Timah juga menjadi tersangka dan diterungku.
Kerugian negara dan kerusakan lingkungan akibat korupsi ini diperkirakan mencapai Rp 271 triliun. Dalam kasus ini, PT Refined Bangka Tin menjadi sorotan karena menjadi salah satu mitra utama PT Timah untuk mengelola timah di Bangka Belitung.