Mediapublik.co Jakarta – Jadi Terdakwa Kasus Pemalsuan di Sidang PN Jakarta Utara, Sejumlah Petinggi dan Pengurus Vihara Dharma Suci PIK Diduga Sengaja Lindungi Kejahatan Biksuni Eva dan Keluarganya.
Sejumlah Petinggi dan Pengurus Vihara Dharma Suci Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta, diduga bersengaja melindungi pelaku tindak pidana pemalsuan yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut).
Biksu atau Bhikkhu perempuan alias Bhikkhuni atau Biksuni bernama Eva Jauwan atau Eva, yang merupakan salah seorang Terdakwa dalam kasus pidana dengan Nomor Perkara 246/Pid.B/2024, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), yakni Perkara Tindak Pidana Menyuruh Menempatkan Keterangan Palsu ke dalam Akta Autentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Pasal 266 KUHP), diduga berlindung di balik Jubah Biksuni yang berada di Wihara atau Vihara Dharma Suci Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara.
Bukan hanya berlindung, Biksuni Eva Jauwan yang bergelar Shifu atau Sefu alias Suhu Vira di Vihara Dharma Suci PIK itu juga diduga dilindungi oleh para petinggi dan pengurus Vihara Dharma Suci PIK yang didirikan Biksuni Zong Kai asal Medan, Sumatera Utara itu.
Dari penelusuran wartawan ke Wihara Dhammasekha Dharma Suci atau Vihara Dharma Suci Pantai Indah Kapuk yang berlokasi di Jalan Pantai Indah Selatan 2 Blok V No 9, Cluster Manyar, Pantai Indah Kapuk, RT 4/RW 1, Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, pada Sabtu (06/04/2024) pagi hingga siang WIB, tidak ada kegiatan di dalam dan sekitar Vihara Dharma Suci PIK.
“Tidak ada yang boleh diijinkan masuk. Harus atas seijin dan sepengetahuan dari dalam. Jikalau pun ada rencana wawancara, pastinya kepada kami diperintahkan dari dalam untuk menerima atau menolak. Karena setiap jadwal dan kunjungan siapa pun wajib diserahkan kepada kami di pos sekuriti,” tutur Sigit, salah seorang petugas sekuriti Vihara Dharma Suci PIK yang bertugas pada hari itu.
“Kebetulan, hari ini sejak pagi-pagi sekali, semua orang sudah keluar dan agenda masing-masing. Jadi, sama sekali tidak ada kegiatan. Ada juga yang keluar dengan tamu dari Negara luar negeri. Kami tidak tahu sampai kapan. Tidak ada informasi yang pasti,” sambung Sigit menjelaskan kondisi Vihara Dharma Suci PIK.
Ketika ditanya apakah tak ada satu orang pun Biksuni atau pengurus Vihara Dharma Suci PIK yang stand by di dalam, Sigit yang berjaga bersama rekannya menegaskan, tidak ada.
“Sama sekali tidak ada. Semua keluar, Pak. Dan jadwal kapan kembali sangat tidak diketahui. Kalau ada yang bertamu atau berkunjung, harus seijin dan sepengetahuan dari dalam. Biasanya, kalau dari dalam bilang oke, ya boleh. Kalau dari dalam tidak oke, ya enggak boleh,” jelas Sigit.
Ketika ditanya mengenai pengurus atau umat yang berpengaruh di Vihara Dharma Suci PIK, seperti seseorang bernama Gunawan dan Ayung, Sigit memastikan bahwa mereka pasti ada waktu-waktu tertentu untuk datang, namun tak tentu kapan datangnya.
“Misalnya Pak Gunawan, itu sangat amat jarang muncul. Udah bagus sekali setahun datang. Ya sangat jarang datang,” ujarnya lagi.
Gunawan dan Ayung disebut adalah warga Vihara Dharma Suci PIK yang dianggap punya pengaruh besar di lingkungan Vihara. Gunawan diketahui adalah salah seorang petinggi di PT Onda Mega Industri. Dari informasi yang dikumpulkan wartawan, Gunawan adalah pemilik Onda.
Terkait kasus ini, Gunawan dan Ayung diketahui turut melakukan dugaan intervensi kepada proses hukum dengan melindungi Biksuni Eva Jauwan bergelar Suhu Vira dan keluarganya.
Hal itu terungkap dari bocoran rekaman percakapan para pengacara yang merupakan Tim Kuasa Hukum para Terdakwa Aky Jauwan (Ayah dari Biksuni Eva Jauwan), Ernie Jauwan (Kakak kandung dari Biksuni Eva Jauwan) yang kini masih berada di Australia, dan Biksuni Eva Jauwan alias Suhu Vira sendiri.
Wartawan mencoba menghubungi pihak Vihara Dharma Suci Pantai Indah Kapuk lewat nomor telepon 021-2951-9976, 021-2951-9977, Nomor WA 08571-7312-709, namun tidak ada yang memberi respon.
Demikian pula, ketika wartawan mencoba menghubungi rekan Biksuni Eva Jauwan di Vihara Dharma Suci PIK, yakni Suhu Patty lewat Nomor 0812-9385-232, tidak ada respon.
Sedangkan, komunikasi kepada Terdakwa atas nama Biksuni Eva alias Suhu Vira di Nomor 0852-1617-7703 juga tidak digubris.
“Nanti akan coba kami sampaikan ke dalam, jikalau mereka sudah kembali ke Vihara, apabila berkenan atau tidak berkenan pun, akan kami informasikan kepada wartawan,” ujar Sigit sembari mengambil foto dan identitas wartawan, untuk dilaporkan ke dalam pengurus Vihara Dharma Suci PIK.
Biksuni Eva, ditahbiskan sebagai Biksuni pada tahun 2016 di Vihara Dharma Suci Pantai Indah Kapuk (PIK). Namun pada faktanya, Eva masih aktif mengurusi dan mengintervensi persoalan ini hingga kini. Hal itu juga dapat dibuktikan dengan dokumen tertanggal 07 Maret 2018, yang dibawa ke persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Kasus ini mencuat, ketika Katarina Bonggo Warsito alias Katarina BW, yang merupakan mantan menantu keluarga Jauwan, dan mantan kakak ipar dari Biksuni Eva Jauwan alias Suhu Vira melaporkan persoalan ini ke Polisi.
Memasuki tahun ke-5 sejak peristiwa dugaan penipuan dan pemalsuan yang dialami Katarina Bonggo Warsito dilaporkan kepada Aparat Kepolisian, namun tak kunjung mendapat keadilan dan kepastian hukum.
Disebut, ada oknum Biksu Perempuan atau Biksuni dan keluarga besarnya yang diduga kuat bermain praktik mafia hukum yang melibatkan oknum di Kepolisian dan Kejaksaan. Sehingga menyebabkan kasus Tindak Pidana Menyuruh Menempatkan Keterangan Palsu ke dalam Akta Autentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Pasal 266 KUHP) yang terjadi Tahun 2017 di Jakarta Utara, mengalami jalan panjang dan berbelit-belit.
Dari penelusuran wartawan, Biksuni berinisial E (Eva-red), menjadi rohaniawan di salah satu Vihara di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta, yaitu Vihara Dharma Suci Pantai Indah Kapuk.
Namun, dalam data Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia, E yang memiliki Kartu Rohaniawan dengan Nomor Registrasi : 119719781230202005 (tahun 2021) terdapat keanehan. Karena tidak ada foto diri rohaniawan di kartunya dan Dirjen yang menandatangani adalah Dirjen yang menjabat pada Tahun 2022. Waktu dikonfirmasi, disebutkan bahwa program sedang eror.
“Para Tersangka, termasuk Biksuni E tidak pernah dilakukan penahanan. Tapi di Surat Dakwaan kok para Terdakwa disebut dilakukan penahanan,” tutur Katarina Bonggo Warsito ketika ditanya wartawan, Jumat (19/4/2024).
Bahkan Terdakwa Aky Jauwan (yang merupakan mantan mertua Katarina Bonggo Warsito), tampak sehat ketika hadir ke persidangan, dan tidak pernah ditahan.
Demikian pula, Biksuni Eva Jauwan alias Suhu Vira, hadir ke persidangan dengan memakai jubah biksuni, tidak pernah ditahan.
Sedangkan Tersangka Ernie Jauwan, sampai saat ini diinformasikan masih berada di Australia. “Namun tidak pernah dikeluarkan Red Notice atau memasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh pihak aparat,” ujar Katarina Bonggo Warsito.
Mengenai kasus ini, Katarina Bonggo Warsito menjelaskan, awalnya, dirinya menikah dengan seorang pria bernama AM (Alexander Muwirto-Red) pada tahun 2008 silam. Mereka menikah secara agama Budha.
AM memiliki orang tua bernama AJ (Aky Jauwan -Red) dan berdomisili Jakarta Utara. Aky Jawuan, kelahiran Medan, 4 Juni 1949, dengan alamat Kampung Gusti TPI Blok Y/21, RT 12/RW 15, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Selain AM, AJ masih memiliki dua anak perempuan lagi, yakni EJ (Ernie Jauwan-Red) yang tinggal di Australia, dan E (Eva-Red) yang merupakan Biksuni di Vihara di daerah PIK.
Biksuni Eva alias Suhu Vira bernama lengkap Eva Jauwan atau Eva menjadi rohaniawan di Vihara Dharma Suci Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta.
Eva memiliki Nomor Induk Kartu Tanda Penduduk (KTP) : 3172017012780018. Eva adalah kelahiran Medan, 30 Desember 1978, dan di KTP beralamat di Kampung Gusti TPI Blok Y/21 RT 12/RW 15, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Nasib kurang beruntung dialami Katarina Bonggo Warsito dan suaminya AM. Keluarga baru itu tidak dikaruniai keturunan, malah AM terus-terusan terlibat pada dugaan penggunaan judi dan narkoba.
“Akhirnya, kami bercerai pada sekitar dua tahun berikutnya, tanpa membicarakan gono gini,” ujar Katarina.
Setelah perceraian, korban pergi ke luar negeri untuk menenangkan diri selama 1 tahun lebih. Dan kembali ke Jakarta, setelah AM kembali berulah dengan membawa kabur cek kontan.
Dalam perjalanan tersebut tahun 2016, Ibu mertua yakni Ibunya AM meninggal dunia. 8 bulan kemudian AM pun ikut meninggal dunia yang katanya jatuh di kamar mandi.
Setelah meninggal, mulailah permainan dari keluarga Almarhum AM untuk mengambil alih semua harta dengan cara memalsukan KTP dan membuat akta keterangan hak mewaris, serta akta pernyataan waris yang menyebutkan AM tidak pernah terikat perkawinan yang sah seumur hidupnya.
Dikarenakan selalu dipersulit dan bahkan dituduh melakukan pernikahan yang tidak sah, maupun berbagai dugaan pemalsuan yang sengaja dilakukan untuk menjegal Katarina Bonggo Warsito, akhirnya Katarina pun membawa persoalan ini ke proses hukum dengan membuat laporan ke Polda Metro Jaya pada 28 Mei 2021.
Nah, sejak saat itu, menurut Katarina BW, pihak keluarga mertuanya, yakni AJ, EJ yang tinggal di Australia, dan E yang merupakan Biksuni di Vihara PIK, terus-terusan melakukan upaya dugaan mafia hukum, agar kasus yang dilaporkan korban itu tidak diproses.
“Dari mulai proses Lid, Dik, hingga P-21, sangat lama dan bertele-tele,” ujarnya.
Bahkan, menurut Katarina, dirinya sebagai Pelapor selalu mendapat dugaan ancaman, intimidasi dari pihak Vihara bahkan informasi menghabisi nyawanya. Pihak yang mengintimidasi tersebut akhirnya meninggal dunia, terjun dari apartemen tanpa ada yang tahu sebabnya.
Notaris yang membuat akta pun, meninggal dunia tiba-tiba. Sehingga makin tersendat kasus ini.
Selain itu, berbagai dagelan proses hukum selalu dipertontonkan oleh oknum aparat, yakni oknum penyidik bersama oknum Jaksa, untuk menghentikan Katarina dalam memperoleh hak dan keadilannya.
“Anda harus mendatangkan ahli perkawinan yang tidak ada hubungan dengan pasal 266 KUHP. Alasannya jikalau itu tidak ada, maka tidak akan ada tersangka. Itu yang disampaikan Kanit Jatanras Unit 2 Polda Metro Jaya saat itu. Hal itu juga yang terjadi di Kejaksaan Tinggi DKI, bahwa meminta keterangan ahli agama Buddha dari Bimas Kementerian Agama, tentang harta gono gini dalam agama Buddha. Padahal itu sangatlah tidak relevan dengan pasal 266 KUHP,” beber korban.
Katarina juga mengakui, ada semacam tekanan yang dialaminya dari oknum penyidik, yang meminta uang hingga 100-an juta rupiah, agar kasus itu bisa segera dinaikkan ke Lidik alias untuk penetapan Tersangka, sampai menawarkan 600 juta rupiah untuk mencabut perkara di cyber dan Kamneg.
Perkara tindak pidana dengan Nomor Perkara 246/Pid.B/2024/PN Jkt.Utr ini, sedang bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut).
Perkara ini disidangkan dengan Ketua Majelis Hakim bernama Syofia Marlianti T, dengan anggota Majelis Hakim Hotnar Simarmata, dan anggota Majelis Hakim Dian Erdianto.
Perkara ini ditangani oleh Jaksa Peneliti dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Hadi Karsono, dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara (Kejari Jakut) atas nama Tri Nurandi Sinaga dan Dhiki Kurnia.
Sedangkan Penyidik di Polda Metro Jaya yang menangani laporan ini sejak awal adalah Aiptu Rudi Mustopa, dari Jatanras Polda Metro Jaya, yang menjadi Penyidik Pembantu Dirreskrimum Polda Metro Jaya, dan Kompol M Eko P Barmula SH. SIK. MH., yang sebelumnya merupakan Penyidik Dirreskrimum Polda Metro Jaya yang kini BKO (Bantuan Kendali Operasi) alias ditugaskan ke Kementerian Informasi (Kominfo).
Terkait pekerjaannya menangani laporan Katarina Bonggo Warsito di Polda Metro Jaya ini, Kompol M Eko P Barmula SH. SIK. MH., menyampaikan agar sebaiknya dikonfirmasi langsung ke Penyidik di Jatanras Polda Metro Jaya saja.
“Langsung ke Penyidik saja, Mas. Di Jatanras Polda Metro Jaya,” jawabnya singkat ketika dikonfirmasi wartawan.
Sedangkan, Aiptu Rudi Mustopa, dari Jatanras Polda Metro Jaya, yang menjadi Penyidik Pembantu Dirreskrimum Polda Metro Jaya dalam kasus ini, mengelak untuk memberikan pernyataan.
“Saya hanya Penyidik, Mas. Jikalau ada yang perlu untuk wawancara atau konfirmasi lewat Kabid Humas Polda Metro Jaya,” ujar Aiptu Rudi Mustopa menanggapi komunikasi wartawan yang meminta konfirmasi.
Sementara, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi yang dikonfirmasi wartawan lewat nomor selulernya, tidak memberikan respon.
Sidang berikutnya dengan agenda Pemeriksaan Terdakwa akan dilanjutkan pada Selasa, 23 April 2024, di Ruang Prof R Subekti atau Ruang 7, Lantai 2, Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut).