Mediapublik.co Jakarta – Bupati Toba, Poltak Sitorus, dinilai telah gagal total memenuhi janji-janjinya selama memerintah hingga kini. Karena itu, Masyarakat Toba, di Sumatera Utara dan perantauan, sudah sangat kecewa dengan kepemimpinan Poltak Sitorus sebagai Bupati.
Aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dari AMAN Tano Batak, Fernando Simanjuntak, merefleksikan kepemimpinan Bupati Toba, Poltak Sitorus, sebagai sebuah kekecewaan yang mendalam dari masyarakat di Toba.
Karena itu, apabila Poltak Sitorus hendak mencalonkan diri lagi pada Pemilihan Bupati (Pilbup) Toba pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak (Pilkada) Tahun 2024 ini, maka masyarakat sudah ogah untuk mendukung dan memilih Poltak Sitorus.
“Masyarakat Toba saat ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap kepemimpinan atau kebijakan Poltak Sitorus sebagai Bupati Toba. Kita menyoroti kekecewaan masyarakat dan keputusan mereka untuk tidak lagi mendukungnya dalam pemilihan mendatang,” tutur Fernando Simanjuntak dalam keterangannya, Kamis (23/5/2024).
Fernando Simanjuntak yang juga pengurus Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia GMKI Jakarta (GMKI Jakarta) itu menyampaikan, faktor-faktor yang menimbulkan kekecewaan Masyarakat Toba kepada Bupati Poltak Sitorus seperti kebijakan yang tidak populer, kegagalan dalam memenuhi janji kampanye, dan isu-isu lainnya yang sangat mendera masyarakat.
“Hal itu telah menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada Bupati Poltak Sitorus,” ujarnya.
Fernando Simanjuntak yang merupakan putra Toba itu merinci faktor yang menyebabkan ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Bupati Toba, Poltak Sitorus.
Satu, Pengelolaan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Tahun 2021. Pemerintah Kabupaten Toba mengalokasikan dana sebesar Rp 6,1 miliar dari anggaran PEN untuk pengadaan bibit unggul jagung bagi petani.
“Sayangnya, program ini tidak menghasilkan panen yang sukses, alias gagal. Hal ini menyebabkan kerugian besar bagi para petani. Tidak ada satu pun dari petani yang berhasil memanen jagung, mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan,” jelas Fernando Simanjuntak.
Fernando Simanjuntak menegaskan, Prosedur Pengadaan Bibit Jagung di Kabupaten Toba dipertanyakan oleh masyarakat.
“Pengadaan bibit jagung dilakukan tanpa melalui proses tender yang seharusnya. Dan jumlah bibit yang diadakan hanya 38 ton dari yang seharusnya 50 ton,” jelasnya.
Hal ini menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat terhadap transparansi dan akuntabilitas pemerintahan Bupati Poltak Sitorus.
Kedua, Kolaborasi dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang dulu bernama PT Inti Indorayon Utama (PT IIU) milik taipan Sukanto Tanoto, dalam Program Tarhilala yang dilakukan pada tahun 2021.
“Di mana Bupati Toba menerima bantuan goni dari PT TPL, menimbulkan kontroversi. PT TPL dikenal memiliki dampak negatif terhadap ekologi dan melakukan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat. Penerimaan bantuan ini dianggap tidak pantas dan menambah ketidakpuasan masyarakat,” terang Fernando Simanjuntak.
Fernando menegaskan, kejadian-kejadian seperti itu menggarisbawahi pentingnya kepemimpinan yang transparan, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Tanpa adanya upaya yang nyata, dan jika tanpa keberhasilan memperbaiki kesejahteraan rakyat serta pengelolaan yang jujur dan terbuka, lanjutnya, dukungan masyarakat terhadap seorang pemimpin dapat berkurang secara signifikan.
“Pernyataan masyarakat yang menyatakan bahwa mereka tidak akan memilih Poltak Sitorus lagi sebagai Bupati Toba merupakan bentuk kejujuran dan refleksi atas ketidakpuasan terhadap kepemimpinannya,” katanya.
“Selama menjabat, Poltak Sitorus dinilai belum menunjukkan keberhasilan yang signifikan dan bahkan telah mengambil keputusan yang merugikan masyarakat,” lanjut Fernando Simanjuntak.
Untuk mengatasi situasi ini, kata dia lagi, seorang pemimpin seperti Poltak Sitorus semestinya perlu mendengarkan keluhan masyarakat, melakukan evaluasi, dan membuat perubahan yang sesuai untuk memperbaiki hubungan dan kepercayaan publik.
Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain,transparansi dan akuntabilitas dengan menyediakan laporan yang transparan dan akuntabel tentang penggunaan dana publik dan pelaksanaan program pemerintah.
“Proses pengadaan harus dilakukan secara transparan dan sesuai dengan prosedur yang berlaku,” ujarnya.
Kemudian, sangat diperlukan adanya dialog dan komunikasi antara Pemerintah Kabupaten Toba, khususnya Poltak Sitorus dengan Masyarakat Toba.
“Perlu mengadakan dialog terbuka dengan masyarakat untuk mendengarkan keluhan dan masukan mereka. Hal ini akan membantu membangun kembali kepercayaan masyarakat dan menunjukkan bahwa pemerintah mendengarkan dan responsif terhadap kebutuhan mereka,” lanjut Fernando Simanjuntak.
Kemudian, perlunya pembuktian atau tindakan konkret dan keberhasilan melaksanakan program-program yang nyata dan berhasil dalam memperbaiki kesejahteraan rakyat.
“Misalnya, memastikan program pertanian berhasil dengan melibatkan ahli pertanian dan memastikan distribusi bibit dan bantuan tepat sasaran,” ujarnya.
Selanjutnya, Pemerintah Kabupaten Toba, khususnya Bupati Toba Poltak Sitorus harusnya berkolaborasi dengan Masyarakat Adat, serta menghormati hak-hak Masyarakat Adat, dan memastikan bahwa keputusan-keputusan pemerintah tidak merugikan mereka.
“Kolaborasi yang lebih baik dengan Masyarakat Adat dapat membantu memperbaiki hubungan dan menghindari konflik,” katanya.
Tanpa adanya respons yang tepat, menurut Fernando Simanjuntak, dukungan masyarakat akan terus menurun, dan pasti sangat berdampak negatif pada karier politik seorang pemimpin di masa depan.
“Masyarakat memiliki kekuatan untuk memilih atau tidak memilih pemimpin berdasarkan evaluasi kinerja mereka. Dan ini menjadi cerminan dari dinamika demokrasi, di mana masyarakat memiliki peran penting dalam menentukan masa depan kepemimpinan daerah mereka,” tandas Fernando Simanjuntak.