Opini  

Eric Hermawan: Sampai Mana Digitalisasi UMKM Kita

images 2 jpeg
Keterangan Foto: Oleh Eric Hermawan Pemerhati Ekonomi dan Staf Pengajar Institut STIAMI Jakarta.

Mediapublik.co Jakarta – Hampir dari kita sudah menikmati tahapan pengaruh yang diakibatkan oleh perkembangan digitalisasi. Peta jalan digitalisasi indonesia sebenarnya terencana dan terinci, seperti fondasi digital, akselerasi digital, inovasi digital, serta optimalisasi digital. Paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk memenuhi tahapan kemajuan di atas beragam.

Pertauatan Kebijakan pemerintah seperti making indonesi 4.0, smart city, E-Commerce, One Data Indonesia, one map Indonesia, E-Goverment, hingga Omnibus Law. Dari sekian kebijakan yang ada dimensi UMKM selalu mendapat ujian serius, istilah tumbuh tapi tidak mekar menjadi kiasan sekaligus satire.

Fakta bahwa hanya 6,8% UMKM di pasar yang menjual produknya sendiri juga menyoroti lemahnya basis produksi kita. Berdasarkan data BPS, 46,40% UMKM di negara kita sebagian besar bergerak di sektor perdagangan. Situasi ini berkontribusi pada peningkatan jumlah impor barang konsumsi.

Rancangan kebijakan ekonomi kita tidak memungkinkan usaha kecil untuk mencapai puncak. Bahkan itu hanya lamunan saja. Bunga kredit bagi 64 juta atau 99,6 persen pengusaha hanya 3 persen (Bank Indonesia, 2020).

Melalui digitalisasi, kita berharap UMKM kita bisa menjadi bagian dari ekosistem produksi dalam negeri. Namun UMKM kita ternyata hanya menjadi distributor (reseller) produk impor (Kompas, 25/1).Oleh karena itu, nilai tambah terbesar bukan diraih oleh pelaku industri dalam negeri, melainkan produsen di negara asal produk impor.

Dari 62 juta UMKM yang ada di negara kita, pangsanya terhadap total ekspor hanya 0,01%. Pertumbuhan UMKM yang sehat tidak hanya tercermin dari dominasi pasar dalam negeri, namun juga banyaknya UMKM yang mampu memasuki pasar ekspor.

Setelah 78 tahun merdeka, citra sebagian besar usaha kecil dan menengah telah bergeser dari industri dalam negeri seperti makanan, pakaian, furnitur, dan kerajinan tangan, yang kurang terpapar pada inovasi, teknologi, dan nilai tambah bukan Implementasi peta jalan penyelamatan industri nasional menjadi semakin mendesak untuk membalikkan deindustrialisasi dan berbagai hambatan pertumbuhan industri.

Kolaborasi
Sebagai gambaran kolaborasi Tiktok dan Tokopedia saling melengkapi. Sekitar 125 juta pengguna aktif bulanan Tiktok di Indonesia menjadi target pelanggan Tokopedia dan GoTo. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Indonesia diperkirakan memiliki 67 juta UMKM pada tahun 2021lalu.

Kerjasama itu berkontribusi terhadap 61 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia.Tidak semua UMKM langsung memasuki pasar melalui jaringan digital. Beberapa orang berpartisipasi dalam pasar atau menjual produk melalui pihak ketiga. Posisi produk Indonesia, khususnya produk UMKM, dalam ekosistem e-commerce disorot dengan huruf tebal.

Ketika perdagangan global terus meningkat, produk dapat melintasi batas negara dengan mudah dan hemat biaya. Tanpa perlindungan, produk UMKM Indonesia mungkin tidak mampu bersaing dengan produk impor yang harganya lebih murah dan mungkin tersingkir. Nilai Barang Dagangan Bruto (GMV) e-commerce di Indonesia diperkirakan mencapai $62 miliar pada tahun 2023, $82 miliar pada tahun 2025, dan $160 miliar pada tahun 2030.

Sangat miris jika melihat GMV atau nilai transaksi produk yang terjual dalam setahun, maka pangsa produk UMKM sangat rendah. Perkembangan UMKM Indonesia menuju pemasaran digital selama ini menghadapi berbagai permasalahan.

Menurut studi Deloitte Access Economics, 36% UMKM Indonesia masih kesulitan dengan pemasaran tradisional. Sementara itu, 37% UMKM hanya memiliki kemampuan dasar pemasaran online seperti komputer dan akses broadband.

Sisanya, 18% UMKM memiliki kemampuan online yang moderat karena mereka dapat menggunakan website dan media sosial. Hanya 9% yang memiliki kemampuan digital marketing yang tergolong advanced.

Optimalisasi
Terbatasnya kondisi UMKM Indonesia untuk memasuki pasar digital juga didukung oleh penelitian (Rahayu dan Day, 2017) bahwa karakteristik UMKM Indonesia masih sangat rendah untuk mengembangkan pemasaran digital Kami menggunakan teknologi canggih. Hal ini terlihat dari 32,5% UMKM yang masih menggunakan website statis, 25% menggunakan website interaktif, dan 7,2% UMKM belum terintegrasi secara digital.

Permasalahan lain yang dihadapi UMKM Indonesia ketika melakukan pemasaran digital adalah kurangnya dukungan dari pemerintah dan suasana persaingan kompetitor yang masih belum mampu menandingi kemauan UMKM dalam memanfaatkan teknologi informasi (Nugroho, 2015).

Memang dalam peta persaingan UMKM di pasar digital atau yang biasa disebut dengan e-commerce, kesiapan teknologi menjadi faktor utama yang mendorong UMKM mengadopsi sistem tersebut (Rahayu dan Day, 2015).

Keberhasilan yang dicapai dalam implementasi program E-Smart yang dicanangkan Kementerian Perindustrian juga menggambarkan tantangan yang dihadapi UMKM dalam transisi ke pasar digital. Pada pertengahan tahun 2018, total pendapatan UMKM melalui program E-Smart hanya sebesar Rs 600 crore.

Beberapa produk berhasil dijual melalui online marketplace, UMKM pangan mendapat pangsa 38% dan UMKM logam mendapat pangsa 20%. Namun omzet transaksi UMKM online dinilai masih sangat rendah dan perlu evaluasi mendalam. Dari 1.700 UMKM yang menjual produknya melalui pemasaran online, hanya 68 yang berhasil menjual produknya. Kendala terbesar bagi UMKM adalah produk yang dijual kurang berkualitas dan tidak bisa dijual di pasaran.

Skema Terbaik Karena berbagai permasalahan yang dihadapi UMKM di atas, maka pemerintah, kementerian teknis seperti Kementerian Perindustrian, Komunikasi dan Informatika serta pemerintah daerah perlu mulai merumuskan skema terbaik untuk menghilangkan hambatan.

Panggung Uji
UMKM memasuki jaringan pemasaran digital. Meskipun hal ini tidak menutup kemungkinan akan adanya persaingan yang ketat antar UMKM, namun dukungan pemerintah dan inovasi mandiri akan memungkinkan UKM tersebut bersaing di pasar digital (Savrul et.al, 2014 : 44). Salah satu manfaat UMKM memasuki pasar e-commerce adalah dapat meningkatkan citra perusahaan dan membangun jaringan pemasaran lebih cepat (Jahanshahi, et.al, 2013: 854).

Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, pemerintah perlu merumuskan beberapa langkah efektif untuk mendorong UMKM Indonesia menjual produknya secara online. Langkah awal yang dilakukan pemerintah adalah memaksimalkan broadband yang terpasang di 400 kabupaten dan 114 wilayah.

Pemanfaatan infrastruktur teknologi ini juga harus dibarengi dengan upaya peningkatan kapasitas UMKM lokal melalui kolaborasi antara kementerian teknologi pusat dan pemerintah daerah serta pemerintah kabupaten atau kota.

Pemerintah sebaiknya menetapkan pajak penghasilan online bagi UMKM setara dengan 0,5% pajak penghasilan tradisional. Jika sistem ini berjalan maksimal, UMKM yang terdigitalisasi bisa memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian.

Secara teoritis, Amir Hartman mendefinisikan ekonomi digital sebagai “penggunaan inisiatif Internet sebagai media pertukaran untuk memungkinkan bisnis nyata dilakukan, nilai diciptakan dan dipertukarkan, transaksi dilakukan, dan hubungan satu lawan satu terjalin terbentuk.” (Hartman, 2000).

Keberadaannya ditandai dengan semakin populernya bentuk-bentuk bisnis atau perdagangan yang menggunakan Internet sebagai media komunikasi, kolaborasi dan kerjasama antar perusahaan atau individu. Contoh spesifiknya mencakup perusahaan lama dan baru antara lain: Untuk bertahan dan bersaing dalam ekonomi digital, penting bagi para pelaku untuk memahami karakteristik konsep yang mendasari ekonomi digital.

Dari perekonomian klasik yang dikenal sebelumnya. Tidak jarang perusahaan perlu melakukan transformasi bisnis agar dapat bersaing secara optimal dalam lingkungan ekonomi digital. Pasalnya, hal tersebut memerlukan model bisnis yang benar-benar baru. Dalam hal suatu perusahaan baru (perusahaan rintisan), biasanya lebih mudah mendirikan perusahaan semacam ini dibandingkan dengan perusahaan yang sudah lama berdiri.

Statistik menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan lama yang ingin memanfaatkan ekonomi digital perlu mengubah proses bisnis mereka secara mendasar (rekayasa ulang proses bisnis). Lantas, bagaimana prospek UMKM jika ingin berpartisipasi aktif di pasar digital? Untuk memajukan digitalisasi UMKM di Indonesia, akses digital terhadap UMKM juga harus ditingkatkan.

Seyogyanya
Sepertinya dengan memperluas jangkauan internet dengan meningkatkan literasi teknis dan finansial serta meluncurkan konektivitas broadband yang lebih luas. Sementara itu, penyedia keuangan digital seperti bank, fintech, dan e-commerce juga perlu memperluas jangkauan alat dan layanan integrasi mereka untuk memenuhi kebutuhan UKM. Harus ada upaya untuk segera mengintegrasikan sebagian besar UMKM ke fase ekonomi digital yang saat ini sedang hangat diperbincangkan.

Ekonomi digital merupakan hasil perkembangan teknologi terkini yang mengaburkan batasan antara dunia digital, fisik, dan biologis. Teknologi digital menghubungkan semua orang dan menjadikan arus informasi lebih cepat dan terbuka, tanpa memandang batas negara atau wilayah.

Transaksi yang sebelumnya harus diselesaikan secara langsung kini dapat diselesaikan secara online. Misalnya, Anda bisa memesan taksi, membeli barang, bahkan memesan akomodasi dan makanan.

Faktanya, bank-bank tradisional di beberapa negara Eropa menjadi lebih inovatif dan mungkin bersaing dengan perusahaan-perusahaan e-commerce dan teknologi finansial (fintech).

Mereka telah menggunakan sistem digital untuk mendukung usaha kecil dan menengah, terutama dalam memecahkan masalah pembiayaan. Suka atau tidak, mengingat besarnya prospek ekspansi yang bisa diraih UMKM, pemerintah perlu mencari cara untuk ikut aktif memajukan UMKM di tanah air, khususnya pasar digital.

Akhirnya tujuan terbesar UMKM sangat spesifik yakni untuk mengakhiri terpaan kemiskinan global pada tahun 2030 yang masih belum tercapai, dengan perkiraan 600 juta orang hidup dalam kemiskinan ekstrem. Upaya kolaborasi berbagi kekayaan juga tidak berjalan mulus. Faktanya, 64 juta atau 99,6% pengusaha di negara kita rentan secara finansial dan menjadi korban riba setiap hari.