Astaga, Terdakwa Kasus TPPU Edward Hutahayan Diduga Dapat Perlakuan Istimewa di Rutan Kejaksaan

IMG 20240407 WA0185
Keterangan foto : Naek Parulian Wasington Hutahayan alias Edward Hutahayan terdakwa korupsi dan TPPU (tindak pidana pencucian uang) mendapat perlakuan istimewa di rumah tahanan Kejaksaan Agung, Minggu (7/4/2024)

Mediapublik.co Jakarta – Naek Parulian Wasington Hutahayan alias Edward Hutahayan terdakwa korupsi dan TPPU (tindak pidana pencucian uang) mendapat perlakuan istimewa di rumah tahanan Kejaksaan Agung. Dari dalam penjara ia bebas melakukan komunikasi dengan siapapun untuk mengatur perkara di Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Nomor ponsel yang digunakan atas nama Hans dengan nomor +1 (929) 230 1928, sebagaimana tercantum dalam akun medsosnya. Maklum ia dekat dengan pejabat tinggi di lingkungan Kejaksaan Agung.

Fakta yang makin mencengangkan adalah soal posisinya saat ini yang tidak berada di Rutan Salemba, melainkan di Rutan Kejaksaan. Tampaknya ia mendapatkan previlege dari oknum Kejaksaan Agung.

Perlakuan istimewa terdakwa ini dibongkar oleh akun Twitter @CCTVOnline pada Sabtu, 6 April 2024, pukul 20.30 WIB.

Akun itu menyebut Edward dapat mengatur pejabat Kejaksaan Agung untuk menstop perkara BTS Kominfo. Saat ini Edward diistimewakan dengan tetap berada di Rutan Kejagung, tidak dilakukan penahan seperti tersangka BTS lain di Rutan Salemba Jakarta Pusat.

Apa yang diungkap oleh akun Twitter tersebut sejalan dengan dakwaan Jaksa pada sidang di PN Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2024).

Pada sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Edward telah menerima uang 1 juta dollar Amerika Serikat (AS) untuk pengkondisian perkara dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G.

Proyek yang diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 8,032 triliun ini dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Dalam dakwaan disebutkan uang itu diberikan oleh Direktur Utama (Dirut) Bakti Kemenkominfo, Anang Achmad Latif melalui Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak. Uang pelicin agar perkara BTS 4G tidak diusut oleh Kejaksaan Agung RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI ini bersumber dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.

“Telah menerima hadiah berupa uang sejumlah 1 juta dolar Amerika Serikat (AS) dari Anang Achmad Latif melalui Galumbang Menak Simanjuntak dengan sumber uang dari Irma Hermawan,” kata Jaksa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2024).

“Untuk pengurusan permasalahan penyediaan BTS 4G dan infra pendukung paket 1,2,3,4 dan 5 Bakti Kemenkominfo tahun 2020-2022 agar tidak dilaporkan dan ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung RI dan BPK RI,” ujar Jaksa.

Jaksa mengungkapkan, Edward meminta bertemu dengan Anang Achmad Latif di Restoran Pondok Indah Golf sekitar bulan Juni 2022. Pertemuan ini dilakukan lantaran Edward mengetahui pemberitaan tentang
kasus BTS 4G tengah diusut Kejaksaan Agung dari Majalah Tempo.

Terdakwa menawarkan bantuan hukum agar kasus tidak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum dan terdakwa menyampaikan biaya yang dibutuhkan 8 juta dollar AS,” kata Jaksa.

Anang Achmad Latif pun keberatan dengan permintaan tersebut. Eks Dirut Bakti ini lantas meminta bantuan kepada Galumbang Menak untuk menyiapkan uang 2 juta dollar AS.

Galumbang pun hanya menyiapkan 1 juta dollar karena hanya punya dengan jumlah tersebut lalu disiapkan di tas berwarna hitam dua masing-masing 500.000 dollar AS,” ujar Jaksa.

Keterangan Jaksa ini senada dengan apa yang diungkap oleh akun Twitter @CCTVOnline, dimana Edward bisa mengatur perkara di Kejagung.

Sementara dihubungi secara terpisah Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana yang juga menjabat sebagai Ketua Kejaksaan Tinggi Bali belum merespons klarifikasi wartawan Majalah Forum Keadilan yang dikirim via platform WhatsApp.

Atas perbuatannya, Edward Hutahayan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf b, Pasal 11 dan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia juga dijerat dengan Pasal 4 dan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 Tentang Pencegahan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).