Mediaindonesia.co Jakarta – Saudara Kandung Bersama Oknum Penegak Hukum Diduga Mengkriminalisasi Keluarga Adik Perempuan Karena Rumah Peninggalan Orang Tua
Sejumlah keanehan terjadi pada kasus dugaan kriminalisasi yang dilakukan Saudara Kandung terhadap adik perempuan kandungnya bermarga Sianturi di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.
Pada hari Selasa (21/05/2024), adalah sidang keempat yakni sidang eksepsi dan pembacaan putusan sela terhadap kasus yang menimpa seorang Ibu berinisial L Boru Sianturi dan keluarganya, di Sumbul Pegagan, Kabupaten Dairi.
Sejak pertama, kasus ini disidangkan di Kantor Kejaksaan Negeri Dairi (Kejari Dairi), yang berlokasi di Jalan Sisingamangaraja No 162 Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Menurut salah seorang kakak kandung korban L Boru Sianturi, yakni C Boru Sianturi, yang datang dari Jakarta menghadiri persidangan, sidang digelar di Gedung Kejaksaan Negeri Dairi (Kejari Dairi).
“Bukan di Pengadilan Negeri Sidikalang, tapi sidang dilaksanakan di Kejaksaan Negeri Dairi. Alasannya, persidangan ini dilakukan secara online. Padahal, letak kantor Kejaksaan Negeri Dairi ke gedung Pengadilan Negeri Sidikalang Dairi hanya berjarak sekitar 2 kilo meter saja,” tutur C Boru Sianturi, kepada wartawan, Selasa (21/5/2024).
Selain itu, sejumlah keanehan lainnya, diduga adanya ‘permainan’ antara pihak Pelapor inisial Jer bersama pengacaranya inisial FS, dengan oknum penyidik di Polres Dairi, dan oknum Jaksa di Kejaksaan Negeri Dairi (Kejari Dairi).
Sehingga menyebabkan, persoalan terkait warisan berupa rumah peninggalan orang tua di antara sesama anak-anak orang tua Pelapor dan Terlapor kian sarat dengan berbagai keanehan.
Kasus ini bermula dari adanya pemindahan sepihak dan melanggar kesepakatan yang dilakukan anak ke-10 keluarga PO Sianturi/Istri Boru Bakara terkait rumah di Sumbul Pegagan, Sidikalang Dairi. Yakni klaim sepihak yang dilakukan anak ke-10 dari 12 bersaudara atas rumah peninggalan orang tua mereka.
Mendiang PO Sianturi/Istri Boru Bakara memiliki 12 anak yang terdiri dari putra dan putri. Selain itu, mediang PO Sianturi/Istri Boru Bakara, juga meninggalkan sebuah rumah ukuran 360 meter, di Jalan Sisingamangaraja No 238, Sumbul Pegagan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.
Selama ini, anak-anak dari PO Sianturi/Istri Boru Bakara sudah menikah, dan tinggal di tempat berbeda, terutama di perantauan.
Hingga kasus ini mencuat, yang menempati rumah peninggalan orang tua mereka adalah anak ke-12 yang merupakan putri bungsu dari pasangan PO Sianturi/Istri Boru Bakara, yakni L Boru Sianturi.
L Boru Sianturi telah menikah dengan suaminya B Butar-butar, serta memiliki tiga orang anak kelas 5 SD, kelas 3 SD, dan kelas 1 SD.
Sejak kedua orang tua mereka masih hidup dan sakit karena usia lansia, L Boru Sianturi sebagai putri bungsu, sudah tinggal dan menetap di rumah itu. L Boru Sianturi juga yang merawat dan mengurusi orang tuanya sebelum meninggal dunia.
Kini pun, L Boru Sianturi bersama suaminya B Butar-butar dan ketiga anaknya telah disepakati oleh seluruh anak-anak PO Sianturi/Istri Boru Bakara yang 12 orang itu, untuk ditinggal dan memiliki rumah peninggalan orang tua mereka yang berlokasi di Jalan Sisingamangaraja No 238, Sumbul Pegagan, Kabupaten Dairi itu. Sehari-hari, L Boru Sianturi berjualan kue-kue dan kebutuhan pokok di Pasar Sidikalang.
Salah seorang kakak kandung L Boru Sianturi, yakni C Boru Sianturi, yang juga turun dari Jakarta untuk mengawal proses persidangan yang menimpa adiknya L Boru Sianturi, menuturkan, mereka pulang ke Jalan Sisingamangaraja No 238, Sumbul Pegagan, untuk membantu adiknya L Boru Sianturi dalam menghadapi persoalan yang ditimbulkan oleh saudara laki-laki kandung mereka sendiri yakni Jerrys Henri Sianturi terkait rumah peninggalan orang tua mereka itu.
“Jadi, sebenarnya, rumah itu sudah kami sepakati semua, ya kami semua anak-anaknya Bapak PO Sianturi/Istri Boru Bakara, untuk diserahkan kepada adik kami L Boru Sianturi. Itu sudah kami sepakati pada hari Minggu, 11 Juni 2023 lalu. Bahkan pada hari itu juga, sudah dibuat surat penyerahannya,” ungkap C Boru Sianturi kepada wartawan, Selasa (21/05/2024).
Pada proses penyerahan surat pada Minggu, 11 Juni 2023 itu, dilakukan oleh 11 orang anak-anak PO Sianturi/Boru Bakara kepada Jerrys Henri Sianturi. Dan pada hari yang sama, Jerrys Henri Sianturi menyerahkan Surat itu kepada L Boru Sianturi, dengan ditandatangani 3 orang saksi yaitu Saksi pertama Rugun Sianturi yakni anak pertama, saksi Ringgas Pandapotan Sianturi yakni anak kedua, dan saksi Rita Sianturi yakni anak ketiga.
Sebagai keluarga yang memegang teguh Adat Batak, lanjut C Boru Sianturi, pada Minggu 11 Juni 2023 itu, sebanyak 11 orang anak-anak PO Sianturi/istri Boru Bakara, terlebih dahulu menyerahkan rumah itu kepada anak laki-laki bungsu yakni anak ke-10 yang bernama Jerrys Henri Sianturi alias Jer.
“Jadi, seharusnya rumah itu memang sudah menjadi haknya adik kami L Boru Sianturi. Lagi pula, itu tidak gratisan kok. Adik kami L Boru Sianturi sudah menyerahkan semacam uang pengganti, dengan DP-nya, Rp 30 juta kepada Jerrys Henri Sianturi. Ada bukti transfernya kok,” beber C Boru Sianturi.
Namun, anehnya, lanjut C Boru Sianturi, ternyata Jerrys Henri Sianturi membuat Surat Penyerahan rumah itu bukan kepada L Boru Sianturi, melainkan kepada anak ke-4 yakni Evelinda Sianturi.
“Jerrys membagikan surat itu di Grup WA keluarga. Dia bilang, rumah itu sudah diserahkan kepada yang lain. Bukan kepada L Boru Sianturi, tapi kepada Evelinda. Dan kami semua kaget. Kami protes dong. Sangat disesalkan mengapa dia ubah dan malah jadi ke Evelinda? Saya lihat, surat penyerahan rumah yang dikirimkan Jerrys itu juga ditandatangani Saksi yakni anak laki-laki tertua yaitu anak kedua, Ito Ringgas Pandapotan Sianturi. Kok bisa di surat yang berbeda dia tandatangani oleh Ito Ringgas,” beber C Boru Sianturi.
Atas klaim sepihak yang dilakukan oleh Jerrys Henri Sianturi terhadap rumah peninggalan orang tua mereka itu, lanjut C Boru Sianturi, sebanyak 5 orang anak-anak PO Sianturi/Istri Boru Bakara, menyatakan tidak setuju.
“Maka pada hari Jumat, tanggal 29 September 2023 lalu, kami membuat Surat Bantahan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kami membantah bahwa rumah itu akan diserahkan ke Evelinda,” ujar C Boru Sianturi.
Jerry Henri Sianturi ternyata terus berulah. Pada hari Selasa, tanggal 03 Oktober 2023, sore hari pada saat tidak ada orang di rumah, Jerrys Henri Sianturi memasang plang berisi klaim sepihak darinya bahwa rumah Jalan Sisingamangaraja No 238, Sumbul Pegagan, Kabupaten Dairi itu adalah miliknya dan harus segera dikosongkan oleh penghuni.
Plang itu dipasang di depan pintu rumah, sehingga menghalangi akses masuk ke dalam rumah. Plang itu juga terpasang miring, seperti hendak jatuh. Pada malam harinya, dengan melihat ada plang yang tidak semestinya di depan rumahnya, B Butar-butar berinisiatif mencopotnya.
“Karena takut jatuh dan malah menimpa anak-anak kecil, maka adik ipar kami B Butar-butar yakni suaminya adek kami L Boru Sianturi, berinisiatif mencopot plang itu. Selain itu, plang itu karena menutup akses masuk ke rumah,” ungkap C Boru Sianturi.
“Kebetulan pada waktu malam itu, seorang temannya B Butar-butar sedang lewat dan melihat kondisi plang yang miring itu, dengan inisiatif tetangga ini pun membantu adik kami B Butar-butar untuk mencopot plang tersebut,” lanjutnya.
Entah kapan dilaporkan, tiba-tiba suaminya L Boru Sianturi yakni B Butar-butar dipanggil ke Polsek Sumbul. Untuk mengklarifikasi dan menjelaskan peristiwa yang terjadi pada pencopotan plang itu.
Pihak Polsek Sumbul sempat meminta agar persoalan tersebut diselesaikan secara kekeluargaan saja. Dan tak perlu lapor melapor ke Polisi.
Namun, Jerrys Henri Sianturi malah membuat laporan baru ke Polres Dairi di Sidikalang. “Kami dilaporkan oleh Jerrys ke Polres Dairi sekitar bulan Oktober 2023,” ujar L Boru Sianturi.
L Boru Sianturi menyampaikan, pada saat di kantor Polres Dairi itu, Jerrys Henri Sianturi mengancam tidak akan mencabut laporannya, apabila Surat Bantahan yang ke BPN tidak ditarik oleh L Boru Sianturi dan kakak-kakaknya. Dan juga, Jerrys Henri Sianturi mendesak L Boru Sianturi segera mengosongkan rumah itu.
“Kami diminta mencabut surat atau laporan bantahan di BPN, dan kami diminta dalam waktu secepatnya mengosongkan rumah itu. Jika itu tidak dilakukan, maka laporan Jerrys di Polisi tidak akan dicabut,” tutur L Boru Sianturi.
Laporan Jerrys Henri Sianturi ini ditangani oleh penyidik Polres Dairi inisial marga P dan inisial ISH. Sejak ditangani Polres Dairi, L Boru Sianturi dan keluarganya merasa terancam dan sering mendapat tekanan psikis.
Jerrys Henri Sianturi tampak sering didampingi oleh seorang pengacara berinisial FS, yang merupakan menantu dari Evelinda Sianturi. Artinya, pengacara FS ini masih kerabat langsung dari Jerrys Henri Sianturi, karena masih menantu dari saudarinya yakni Evelinda Sianturi.
“Kami diancam akan dipenjarakan. Saya dan suami saya akan ditahan di sel Polres. Ya tentu saya merasa tertekan dan terancam,” ujar L Boru Sianturi.
Ternyata benar, L Boru Sianturi dan suaminya B Butar-butar dilakukan penahanan. B Butar-butar ditahan di Polres Dairi, sejak Senin, 22 April 2024. Sedangkan L Boru Sianturi dikenakan status Tahanan Kota.
“Saya tidak ditahan di dalam sel atas jaminan dari mertua saya. Mertua saya menjamin bahwa saya tidak akan aneh-aneh dan tidak akan melarikan diri. Lagi pula, saya harus mengurus anak-anak saya yang masih kecil-kecil di rumah,” tutur L Boru Sianturi.
Bagai proses kilat, kasus ini pun segera dilimpahkan ke pihak Kejaksaan Negeri Dairi (Kejari Dairi). Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Dairi yang menangani perkara ini adalah JS (Junjungan Simbolon-Red). Sidang perdana langsung dikebut dijadwalkan pada Senin, 06 Mei 2024.
Nah, pada Sabtu, 03 Mei 2024, anak-anak L Boru Sianturi terserang stres dan trauma, karena ayah mereka ditahan di sel Polres Dairi. Kakak-kakaknya L Boru Sianturi yakni C Boru Sianturi dan R Boru Sianturi, yang masih berada di Sumbul untuk memberikan support kepada L Boru Sianturi, tidak tega melihat anak-anak mereka yang masih kecil-kecil itu, terutama anak paling bontot yakni putri kecil yang masih kelas 1 SD, saban hari teriak-teriak dan menangis histeris mencari-cari ayahnya yang sedang ditahan di sel tahanan Polres Dairi.
“Akhirnya, untuk sekedar melepaskan stres, kami membawa mereka ke Pangururan, ke lokasi wisata Bukit Sibea-bea,” ucap C Boru Sianturi.
“Sebab, pada hari Senin 06 April 2024 kami harus kembali dulu ke Jakarta,” katanya.
Ternyata, niat baik sekedar mengabadikan momen di Sibea-bea itu pun dipakai Jerrys Henri Sianturi bersama oknum Jaksa, untuk mengintimidasi L Boru Sianturi.
“Memang foto-foto dan momen di Si Bea-Bea itu di-upload pada Minggu malam, tanggal 04 Mei 2024 di Facebook dan Grup WA keluarga. Eh, nggak tahunya, itu pun akan dijadikan bahan untuk menekan kami. Mau dilaporkan lagi kami dan akan diperberat katanya hukuman adik kami,” beber C Boru Sianturi.
L Boru Sianturi ditekan Jerrys Henri Sianturi melalui oknum Jaksa dengan menyerahkan surat yang berisi agar status tahanan kota diganti dengan tahanan badan di sel penjara karena liburan ke Pangururan, Samosir, di Bukit Si Bea-Bea itu. “Katanya, akan diperberat sebab status saya adalah Tahanan Kota,” ujar L Boru Sianturi menambahkan.
Perkara ini sedang menjalani proses persidangan keempat, dengan agenda jawaban eksepsi dan putusan sela, yang digelar di Kantor Kejaksaan Negeri Dairi (Kejari Dairi) pada Selasa (21/05/2024).
L Boru Sianturi dan Suaminya B Butar-butar dituntut dengan Pasal 170 KUHP dan Pasal 406 KUHP.
Pasal 170 KUHP : Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.
Pasal 406 berisi:
Pasal 406 Ayat (1)
Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 406 Ayat (2)
Dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membunuh, merusakkan, membikin tak dapat digunakan atau menghilangkan hewan, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
“Padahal, tidak ada pengrusakan barang terjadi. Suami saya hanya mencopot plang dari depan rumah yang kami tinggali, yaitu rumah peninggalan orang tua kami,” ujarnya.
“Juga tidak ada barang bukti yang hilang. Kenapa Jaksa malah menuntut dengan pasal-pasal itu? Plang yang dicopot itu pun masih utuh dan bagus. Ada di Kejaksaan sekarang. Masih bisa dipakai lagi plang itu,” tandas L Boru Sianturi.
Semua eksepsi di persidangan ini ditolak. Sidang selanjutnya dijadwalkan pada Senin, 27 Mei 2024. Dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dari pihak Pelapor.
Atas kasus ini, praktisi hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Perjuangan Rakyat (LBH Perjuangan Rakyat), Sandi Eben Ezer, menyampaikan, praktik-praktik mencederai proses dan penegakan hukum sering kali terjadi dan dilakukan oleh oknum penyidik dan oknum Jaksa.
Karena itu, masing-masing institusi seperti Polri dan Kejaksaan, mesti menindak tegas oknum anak buahnya yang terbukti serong dalam proses-proses penegakan hukum.
“Ini adalah kasus yang entah keberapa ribu kali lagi terjadi kepada para Pencari Keadilan. Oknum penyidik polisi dan oknum Jaksa sering kali ‘bermain’ dan melakukan praktik-praktik yang sangat mencederai penegakan hukum dan keadilan itu sendiri. Hal-hal seperti ini tak boleh dibiarkan. Harus ditindak tegas,” tutur Direktur Lembaga Bantuan Hukum Perjuangan Rakyat (LBH Perjuangan Rakyat), Sandi Eben Ezer.
Selain meminta Kapolda Sumatera Utara, Kajati Sumut, Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung Burhanuddin di Jakarta untuk mengambil tindakan tegas para oknum polisi dan oknum Jaksa yang diduga sudah melakukan penyelewengan hukum dan dugaan kriminalisasi hukum kepada korban, maka masyarakat Pencari Keadilan juga harus berani bersuara dan melaporkan setiap pelanggaran hukum yang dilakukan oknum polisi dan atau oleh oknum Jaksa.
“Masyarakat jangan takut menyuarakan dan melaporkan praktek-praktek pelanggaran hukum yang dilakukan oknum polisi dan atau oleh oknum jaksa. Kasihan sekali masyarakat dijadikan bulan-bulanan dan dikorbankan atas sesuatu yang tidak dilakukannya,” tandas Sandi Eben Ezer.
Hingga berita ini diturunkan, Redaksi belum mendapat tanggapan dari pihak Polisi dan pihak Kejaksaan.