MediaPublik.com Jakarta, 15 November 2024 – Aliansi Nasional Buruh Pelabuhan Indonesia (ANBPI) menyatakan akan menarik buruh pelabuhan dari kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Langkah ini diambil karena ketidakpuasan terhadap kinerja BPJS Ketenagakerjaan yang dinilai kurang optimal dalam memberikan perlindungan preventif bagi buruh pelabuhan. Pernyataan ini disampaikan oleh M. Surya, Komandan SATSENA TKBM Indonesia sekaligus salahsatu penggagas Aliansi Nasional Buruh Pelabuhan Indonesia, dalam wawancara dengan media.
Menurut M. Surya, BPJS Ketenagakerjaan lebih fokus pada pengumpulan iuran tanpa memberikan upaya nyata dalam pencegahan kecelakaan kerja. “Dana iuran yang selama ini dikumpulkan lebih baik dialokasikan untuk pelatihan dan sertifikasi K3 TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat). Dengan sertifikasi K3 TKBM, buruh pelabuhan dapat meningkatkan keselamatan kerja mereka sendiri, yang sebenarnya jauh lebih bermanfaat,” ujarnya.
Alasan Utama Penarikan
Aliansi menyebutkan beberapa alasan utama di balik keputusan ini:
1. Kurangnya Tindakan Preventif: BPJS Ketenagakerjaan dinilai tidak menjalankan program preventif yang seharusnya melindungi buruh dari risiko kecelakaan kerja.
2. Respon yang Tidak Jelas: Beberapa kali aliansi melayangkan surat resmi dan mengadakan komunikasi dengan Direksi BPJS Ketenagakerjaan, namun tanggapan yang diterima dinilai tidak konkret dan cenderung menghindar.
3. Pengelolaan Dana yang Diragukan: Aliansi meminta audit terbuka terhadap dana buruh yang ditempatkan di bank dan investasi saham, karena hingga kini tidak ada transparansi terkait penggunaannya.
Keuntungan dan Dampak Bagi Buruh Pelabuhan
Aliansi percaya bahwa penghentian kepesertaan ini akan memberikan beberapa manfaat bagi buruh pelabuhan:
Alokasi Dana untuk Pelatihan dan Sertifikasi K3 TKBm : Iuran yang sebelumnya disetorkan ke BPJS dapat dialihkan untuk program pelatihan yang secara langsung meningkatkan keselamatan kerja buruh. Saat ini Aliansi Buruh Pelabuhan Indonesia bersama berbagai pihak yang peduli akan kesejahteraan Buruh telah mendirikan Badan DIKLAT TKBM INDONESIA.
Pengurangan Beban Iuran: Buruh tidak perlu lagi membayar iuran yang tidak memberikan manfaat signifikan bagi mereka.
Fokus pada Solusi Nyata: Dengan pengelolaan dana yang mandiri, buruh dapat memastikan bahwa kebutuhan mereka diutamakan, seperti pembelian peralatan keselamatan atau peningkatan kompetensi kerja.
Namun, langkah ini juga memiliki tantangan, terutama jika terjadi kecelakaan kerja atau kematian. “Kita harus memastikan ada mekanisme penggantian yang adil dan lebih efektif dibandingkan skema yang saat ini dijalankan BPJS Ketenagakerjaan, dan pasti banyak cara agar menjadi lebih baik dari pada menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan” tambah M. Surya.
Tuntutan Audit Terbuka
Sebagai bagian dari gerakan ini, Aliansi Nasional Buruh Pelabuhan Indonesia meminta pemerintah dan masyarakat untuk melakukan AUDIT terbuka atas pengelolaan dana BPJS Ketenagakerjaan. “Transparansi adalah hak buruh. Kita perlu tahu bagaimana dana kita dikelola selama ini,” tegas M. Surya.
Langkah Selanjutnya
Aliansi telah mengajukan permintaan resmi kepada pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan untuk segera merespon tuntutan ini. Jika tidak ada langkah nyata, Aliansi Buruh Pelabuhan Indonesia akan menggalang aksi lebih besar dan stop menjadi peserta untuk memastikan hak buruh pelabuhan terpenuhi.
Keputusan ini menjadi momen penting bagi buruh pelabuhan Indonesia dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Dengan mengalihkan fokus pada pelatihan dan sertifikasi K3 TKBM, diharapkan buruh dapat bekerja dengan lebih aman dan produktif di masa depan.
(Red)