Opini  

Cerita Lebak Boga Aing di Hari Lahir Pancasila

IMG 20230601 WA0117
Keterangan foto : Aktivis Lebak Selatan, Rizwan, Kamis (1/6/2023)

Mediapublik.co Lebak – Sejarah telah mencatat, kekuasaan di Lebak tercermin pada bahasa terminologi “Lebak Boga Aing”. Hal itu memiliki makna umum dikalangan masyarakat Lebak yang berarti hanya dia yang berhak atas legitimasi kekuasaan yang tamak, bahkan selain dia harus tunduk dan patuh jika ingin lama hidup di Lebak.

Saya telah menyaksikan bagaimana keadilan telah dikalahkan oleh para penguasa. Mereka saling membagi keuntungan yang mereka dapat dari rakyat yang kehilangan tanah dan ternaknya. begitulah penggalan puisi Demi orang-orang Rangkasbitung milik Rendra.

Mulai hari ini kita pastikan “Lebak Boga Aing” bukan legitimasi kekuasaan, tapi secara bebas merdeka semua rakyat Lebak berhak atas kepemilikan terminologi tersebut. “Lebak boga aing lain boga sia. Lebak nu aing lain nu sia.” Segera adili pelanggar berat akibat dari kekejamannya di Lebak.

Pada momentum hari lahir Pancasila hari ini, saya berpesan kepada para komprador Dinasti, bahwa perlu kita sudahi dan jangan bersekutu lagi dengannya, karena sudah pasti bagi penghamba, saya berdalil Dinasti itu adalah tempat bergantung untuk sekedar cari makan, sebaliknya bagi Dinasti, hamba komprador itu layaknya budak yang bisa disuruh-suruh bahkan jadi tameng dan tumbal bagi kelanggengan Oligarki di Lebak.

Jika saya kilas balik ke belakang, saya masih ingat, 10 tahun yang lalu saya sebagai aktivis kiri sempat dituduh melawan ideologi negara. Teori kiri yang dibaca saat jadi mahasiswa membuat negara takut laten-laten komunisme itu muncul kembali.

Padahal saya hanya belajar dari sosok besar Soekarno, dia belajar Marxisme untuk memahami masyarakat dan keadilan sosial, serta sosial keindonesiaan dari Tan Malaka, juga terinspirasi dari Otto Bauer dan Ernest Renam soal pembentukan bangsa.

Seharusnya Pancasila perlu dipahami sebagai pengejawantahan dari nilai-nilai konsepsi dan sosio-kultur. Sebetulnya pemikiran kiri itu masih jadi pijakan berpikir untuk memahami persoalan-persoalan sosial, nalar kritis dan semangat martir pergerakan bagi perubahan di Lebak.

 

Penulis : Rizwan Aktivis Lebak Selatan