MediaPublik.co, SERANG – Diduga bermasalah, anggota DPRD Banten Musa Weliansyah mendesak Pemerintah Provinsi Banten untuk segera blacklist dua perusahaan pelaksana proyek jalan di wilayah Lebak.
Dua perusahaan yang diduga bermasalah adalah PT Lambok Ulina yang mengerjakan proyek pembangunan Jalan Cikumpay-Ciparay senilai Rp87,6 miliar lebih.
Kemudian PT Wukir Kencana yang menangani proyek rekonstruksi Jalan Simpang-Beyeh dengan anggaran sebesar lebih dari Rp17,4 miliar.
Menurut Musa, berdasarkan temuan Aliansi Muda Banten Selatan (AMBAS), terdapat ketidaksesuaian pasokan material beton yang digunakan oleh kedua perusahaan tersebut dengan yang terdaftar dalam E-Katalog LKPP.
“Jika mengacu pada data di E-Katalog LKPP kedua perusahaan, beton yang digunakan seharusnya berasal dari PT SCG Readymix Indonesia,” ujarnya.
Musa membeberkan, PT. Lambok Ulina selaku perusahaan pelaksana pembangunan ruas Jalan Cikumpay-Ciparay, mendapat pasokan beton dari PT. Bintang Beton Selatan (BBS) dan PT. Karya Sejati Readymix (KSR).
Sementara PT. Wukir Kencana selaku perusahaan pelaksana pembangunan rekonstruksi ruas Jalan Simpang-Beyeh, mendapat pasokan beton dari PT. Bintang Beton Selatan (BBS).
Lebih lanjut, Musa juga menuding adanya indikasi manipulasi data pada E-Katalog PT Lambok Ulina, di mana perusahaan pendukung pasokan beton tiba-tiba berubah dalam waktu singkat.
Musa mengatakan, selain masalah administrasi sejumlah potensi masalah dari sisi keteknisan juga muncul pada kedua dua proyek jalan yang sedang dikerjakan oleh PT Lambok Ulina dan PT Wukir Kencana.
Untuk proyek pembangunan Jalan Cikumpay-Ciparay yang menelan duit APBD Banten lebih dari Rp87,6 miliar ini, terdapat beberapa titik pembangunan jalan beton (rigid) mengalami keretakan.
Sementara pada proyek rekonstruksi ruas Jalan Simpang-Beyeh dengan nilai pagu anggaran lebih dari Rp17,4 miliar, terdapat pekerjaan pemadatan tanah untuk pemasangan lapisan pondasi bawah (LPB) diduga menggunakan matrial tidak sesuai.
Kata Musa, untuk pekerjaan agregat dan bahu jalan diduga materialnya menggunakan puing bekas bongkaran rigid beton yang seharusnya dibuang dari area proyek Rekonstruksi Ruas Jalan Simpang-Beyeh.
“Menurut saya ini adalah sebuah pelanggaran yang sengaja dibiarkan. Jika sistem E-Katalog dilakukan seperti ini, indikasi korupsinya sangat besar,” tegas Musa.
“Karena kalau berbicara E-katalog, bisa jadi perusahaan yang mendapat proyek hanya yang ‘disukai’ oleh PPK. Karena yang menentukan PPK, negosiasinya dengan PPK,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Musa pun menyayangkan lemahnya pengawasan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Banten dalam kedua proyek ini.
“Pengawasan dari dinas sangat lemah, ini sangat disayangkan. Kedua perusahaan tersebut seharusnya di-blacklist dan tidak dibayar. Kalau mereka dibayar, berarti indikasi dugaan kolusi, cawe-cawe antara dinas dengan pengusaha betul adanya. Kan seperti itu,” ungkap Musa.
Untuk itu, Musa mendesak pihak inspektorat dalam hal ini Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk melakukan tindakan tegas.
“APIP harus segera merekomendasikan putus kontrak, dan backlist terhadap kedua perusahaan tersebut,” pungkasnya.