Daerah  

Dugaan Cepu Susupi Gerakan Mahasiswa dan Pemuda

IMG 20230521 WA0005

Mediapublik.co Jakarta – Cepu, adalah sebutan yang akrab di kalangan aktivis mahasiswa dan pemuda, untuk mencirikan seseorang yang nyaru atau menyusupi gerakan mahasiswa dan pemuda.

Cepu, sering dikenal dengan orang-orang bayaran dari instansi tertentu, seperti Kepolisian, TNI, maupun kaki tangan Badan Intelijen Negara (BIN).

Baru-baru ini, terbongkar perilaku arogan dari salah seorang cepu yang menyusup di antara gerakan mahasiswa dan pemuda.

Cepu yang dikenal bernama panggilan Jo alias Putra itu, dikenal sering bertindak arogan, karena merasa dekat dan pernah bertemu dengan Jenderal tertentu.

Hal itu diungkapkan salah seorang aktivis mahasiswa yang sering mangkal di daerah Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat. Sebut saja aktivis ini bernama panggilan Paul.

Menurut pria yang mengecap pendidikan di Fakultas Hukum di salah satu kampus swasta ternama di Jakarta ini, Cepu Jo alias Putra, dikenalnya beberapa tahun lalu. Tepatnya ketika marak aksi-aksi unjuk rasa bayaran untuk melakukan Revisi terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kalau Jo alias Putra itu kan ngikut seniornya di kampusnya, bernama Penri. Keduanya sama-sama kuliah di STIMIK Jayakarta dulu,” ungkap aktivis mahasiswa yang tidak berkenan dituliskan nama aslinya ini, ketika berbincang dengan wartawan, di bilangan Jakarta Pusat, pada Sabtu sore (20/05/2023).

Lebih lanjut, pria berkulit gelap ini menyebut, Jo alias Putra bersama Penri, sering menjadi petualang politik di berbagai organisasi kemahasiswaan, organisasi kepemudaan, organisasi masyarakat, bahkan partai politik.

“Tentu karena mereka dibayar. Kalau enggak ada duit, mana mau mereka bergerak,” lanjutnya.

Beberapa arogansi yang pernah dialami oleh Paul dan kawan-kawannya dari Jo alias Putra adalah sering kali diajak hepi ke klub malam, ke panti pijat dan mabok-mabokan serta main perempuan. Dengan catatan, yang dibohongi untuk bayarin adalah oknum petugas atau polisi di wilayah setempat.

“Biasa kalau kasir atau pemilik restoran atau cafe menagih pembayaran, Jo alias Putra langsung berlagak arogan, dengan membentak-bentak, sembari mengancam akan melaporkan usaha atau tempat itu ke Polisi, sebab Jo mengaku-ngaku sebagai adik atau malah sebagai anak buah dari Sang Jenderal,” bebernya.

Dalam beberapa peristiwa seperti itu, lanjut Paul, lumayan efektif gertakan Jo alias Putra tersebut. Minimal, harga bill atau tagihan minuman dan panti pijat bisa sangat murah, bahkan gratis.

“Jo itu cepu yang sering jualan foto bersama Jenderal. Jualannya ke orang-orang adalah pernah bertemu dengan Jenderal itu, dan memperlihatkannya kepada calon korbannya. Ada yang bergidik dan ada yang merasa kagum, atau juga takut kalau sudah ditunjukkan Jo fotonya dengan Si Jenderal itu,” tutur Paul lagi.

Ketika ditanya, foto Jo alias Putra dengan jenderal mana saja yang pernah ditunjukkannya? Paul mengatakan, dirinya pernah ditunjukkan oleh Jo sedang berfoto dengan Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto, juga dengan bekas Kadiv Propam Ferdi Sambo yang sudah divonis hukuman mati, bahkan dengan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.

“Dia jualan foto aja kerjanya. Dan sering masih mengaku-ngaku sebagai mahasiswa, untuk mendapat job dari petinggi yang menyuruhnya,” ujar Paul lagi.

Lebih lanjut, Paul yang merupakan aktivis mahasiswa di salah satu organisasi Kelompok Cipayung itu membeberkan, dirinya dan kawan-kawannya kenal dan sering bertemu dengan Jo alias Putra.

Pada saat menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran untuk mendesak pelemahan KPK melalui Revisi UU KPK, lanjut dia, Jo alias Putra menjadi salah seorang koordinator yang mensuplai dana atau bayaran kepada para aktivis bayaran.

Demikian juga, ketika marak aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, Jo alias Putra dan beberapa kawannya mengumpulkan mahasiswa untuk melakukan aksi unjuk rasa tandingan, yaitu mendukung pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Bahkan, ketika marak upaya pembubaran Front Pembela Islam (FPI), Jo alias Putra juga diketahui turut terlibat menggalang massa bayaran untuk merubuhkan spanduk-spanduk dan baliho-baliho.

“Tak jarang Jo juga mengaku sebagai Orang Pejaten, kadang Orang Bareskrim, kadang orang BRIN,” ujar Paul.

Mengenai keabsahannya sebagai anggota intelijen, kata Paul, sangat diragukan. Sebab, menurut dia, Jo hanyalah pemain dan petualang politik kecil-kecilan, yang mencoba mendapatkan uang dengan nyaru dan mengaku-ngaku dekat dengan jenderal tertentu. Jo alias Putra awalnya memang adalah seorang mahasiswa biasa di STMIK Jayakarta.

“Lalu mendaftar sebagai anggota gerakan mahasiswa di Salemba. Nah, sejak bersentuhan dengan uang dan bayaran-bayaran demonstrasi, dari situlah Jo sering mengaku dekat dengan Jenderal, dan menyusupi gerakan mahasiswa dan pemuda, serta mendapat uang dalam jumlah yang besar,” ungkap Paul.

“Ya paling jualan pernah foto-foto dengan jenderal aja. Buat nakut-nakutin calon korbannya mungkin. Dan dari sana mereka dapat duit dong,” ujarnya lagi.

Menurutnya, Jo alias Putra pernah mendaftar sebagai mahasiswa S2 di Jayabaya. Namun, tidak jelas apakah benar kuliah, dan tak diketahui nasib perkuliahannya.

“Belakangan, saya mendengar Jo alias Putra itu malah jadi Ketua DPC GAMKI Jakarta Pusat. Dan dia bilang, dirinya ikut ke Kongres GAMKI di Ambon, untuk mendukung Sahat Martin Philip Sinurat sebagai Ketua Umum GAMKI. Sebab, Sahat Martin Philip Sinurat juga adalah bagian dari Cepu, sesama penyusup bayaran,” tutur Paul lagi.

Sebelumnya, dari penelusuran yang dilakukan, Jo alias Putra itu bernama lengkap Johannes Aritonang Rajagukguk alias Johan Aritonang. Pria asal Rantauprapat itu sempat berkuliah di STMIK Jayakarta, di Salemba, Jakarta Pusat.

“Bersama seorang kawannya bernama Gokma Purba, yang katanya sekarang sebagai Ketua DPC GAMKI Jakarta Utara, Jo melancarkan aksi-aksi penyusupan di gerakan mahasiswa dan kepemudaan, dengan menjual-jual mahasiswa dan menjual-jual foto bersama Jenderal untuk mendapatkan uang,” tutur Paul lagi.

Jauh sebelumnya, kata dia lagi, Jo alias Putra sering dipakai oleh seniornya Penri untuk jualan demo-demo mahasiswa demi mendapatkan uang.

Penri sendiri diketahuinya, berkolaborasi dengan seseorang bernama Frans dari kampus Jayabaya, yang juga sering menjual-jual gerakan mahasiswa kepada para jenderal.

Penri dan Frans dulu sering mengaku dekat dengan Jenderal Tito Karnavian, sejak Tito jadi Kapolda Metro Jaya, hingga menjadi Kapolri, dan kini menjadi Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

“Setahuku, Bang Penri dan Bang Frans, masih main kok. Ya mungkin, pada level di atasnya Jo mereka sekarang,” ungkap Paul lagi.

Sementara, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta), Rapen Agustinus MS Sinaga, ketika dikonfirmasi mengenai keberadaan Jo alias Putra dan Gokma Purba, mengakui ada anggotanya bernama Johannes Aritonang alias Johan Aritonang, dan Gokma Purba, yang menjadi pengurus di DPC GAMKI Jakarta Pusat dan DPC GAMKI Jakarta Utara.

“Betul, Johan Aritonang saat ini jadi Ketua DPC GAMKI Jakarta Pusat, dan Gokma Purba sebagai Ketua DPC GAMKI Jakarta Utara. Tetapi soal sepak terjang mereka sebagai cepu, masih perlu saya telusuri terlebih dahulu,” ujar Rapen Agustinus Sinaga.

Memang, kata dia, pada Kongres GAMKI XII di Kota Ambon, Johan Aritonang dan Gokma Purba datang sendiri ke Kongres GAMKI.

Rapen juga mengaku, sering mendengar selentingan bahwa Johannes Aritonang alias Johan Aritonang alias Jo alias Putra, dan Gokma Purba, sebagai kaki tangan Sahat Martin Philip Sinurat bersama Penri.

“Nanti, kami akan telusuri dan evaluasi keberadaan kedua orang itu. Jika benar mereka cepu, maka tentu akan ada sikap dan tindakan organisasi kepada mereka,” tandas Rapen.