Kejagung Akan Selidiki Markus, Ada Apa

IMG 20231128 WA0003
Keterangan foto : Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana, Senin (27/11/2023)

Mediapublik.co Jakarta – Dugaan adanya markus atau makelar kasus di lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengarah kepada sosok Naek Parulian Wasington Hutahaean yang tak lain adalah Edward Hutahaean, terdakwa korupsi dan TPPU (tindak pidana pencucian uang) dalam kasus korupsi BTS Menkominfo sebesar Rp15 miliar.

Edward disebut sering berhubungan dengan ordal (orang dalam) Kejagung untuk mengatur perkara.

Menanggapi hal itu Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menyatakan akan menyelidiki makelar kasus yang ada di lembaganya.

“Kami sedang selidiki hal demikian, harapan kami tidak ada yang demikian,” katanya dalam pesan singkat kepada wartawan Majalah Forum Keadilan, Selasa (09/04/2024).

Dalam pemberitaan sebelumnya disebutkan, Edward Hutahaean tak hanya lincah mengatur perkara, tetapi juga mendapat perlakuan istimewa di rumah tahanan Kejaksaan Agung. Ia disebut bisa melakukan komunikasi dengan siapapun untuk mengatur perkara di Kejaksaan Agung Republik Indonesia, meskipun dari dalam penjara. Nomor ponsel yang sering digunakan adalah +1 (929) 230 1928 atas nama Hans, sebagaimana tercantum dalam akun medsosnya.

Fakta lain yang makin mengherankan adalah soal posisinya saat ini yang tidak berada di Rutan Salemba, melainkan di Rutan Kejaksaan. Tampaknya ia mendapatkan previlege dari oknum Kejaksaan Agung.

Perlakuan istimewa terdakwa ini dibongkar oleh akun Twitter @CCTVOnline pada Sabtu, 6 April 2024, pukul 20.30 WIB.

Akun itu menyebut Edward dapat mengatur pejabat Kejaksaan Agung untuk menstop perkara BTS Kominfo. Saat ini Edward diistimewakan dengan tetap berada di Rutan Kejagung, tidak dilakukan penahanan seperti tersangka BTS lain di Rutan Salemba Jakarta Pusat.

Apa yang diungkap oleh akun Twitter tersebut sejalan dengan dakwaan Jaksa pada sidang di PN Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2024).

Pada sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Edward telah menerima uang 1 juta dollar Amerika Serikat (AS) untuk pengkondisian perkara dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G.

Proyek yang diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 8,032 triliun ini dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Dalam dakwaan disebutkan uang itu diberikan oleh Direktur Utama (Dirut) Bakti Kemenkominfo, Anang Achmad Latif melalui Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak. Uang pelicin agar perkara BTS 4G tidak diusut oleh Kejaksaan Agung RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI ini bersumber dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.

Jaksa mengungkapkan, Edward meminta bertemu dengan Anang Achmad Latif di Restoran Pondok Indah Golf sekitar bulan Juni 2022. Pertemuan ini dilakukan lantaran Edward mengetahui pemberitaan tentang
kasus BTS 4G tengah diusut Kejaksaan Agung dari Majalah Tempo.

Menurut jaksa, terdakwa menawarkan bantuan hukum agar kasus tidak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum dan terdakwa menyampaikan biaya yang dibutuhkan 8 juta dollar AS.

Anang Achmad Latif pun keberatan dengan permintaan tersebut. Eks Dirut Bakti ini lantas meminta bantuan kepada Galumbang Menak untuk menyiapkan uang 2 juta dollar AS.

Akhirnya Galumbang hanya menyiapkan 1 juta dollar karena hanya punya dengan jumlah tersebut lalu disiapkan di tas berwarna hitam dua masing-masing 500.000 dollar AS.

Atas perbuatannya, Edward Hutahayan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf b, Pasal 11 dan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia juga dijerat dengan Pasal 4 dan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 Tentang Pencegahan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Sepak terjang Edward Hutahaean sebagai markus tampak dari jejak digitalnya. Awalnya ia meminta jatah Rp 124 miliar atas proyek BTS 4G Bakti Kominfo. Kalau tak dikasih ia mengancam akan membumihanguskan Kemenkominfo.

Peristiwa ini muncul di persidangan ketika Anang Achmad Latif selaku mantan Direktur Utama (Dirut) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) dicecar oleh tim pengacara dari terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat Kamis (4/4/2024).

Anang menceritakan pertemuan dengan Edward terjadi di Restoran Star, Lapangan Golf di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Dalam pertemuan itu, hanya dua orang, yaitu Edward dan Anang. Menurut pengakuan Anang, Edward mengklaim mengetahui kondisi proyek BTS 4G Bakti yang bermasalah lantaran tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung.

Edward lantas menyarankan Anang untuk mengurus permasalahan tersebut agar tidak membesar. Dirinya mengaku bisa menyelamatkan kasus ini dengan catatan Anang bisa menyiapkan dana 8 juta dollar Amerika Serikat (AS) dalam 3 hari.

Mendengar hal itu, Anang kaget. Ia menyatakan siap dipenjara daripada dipaksa menyiapkan uang jutaan dollar tersebut.

“Saya kaget saya bilang ‘Pak, kalau uang sebesar itu mending dipenjara saja’ karena saya tidak punya uang sebesar itu,” ucap Anang.

Anang juga mengungkapkan bahwa Edward sempat meminta diberikan proyek ratusan miliar dari Bakti Kominfo.

Bahkan Edward mengancam akan menghancurkan Kemenkominfo dengan Buldozer jika permintaannya itu tidak dituruti.

Kendati demikian, jaksa mengatakan Galumbang hanya menyiapkan uang 1 juta dolar AS karena mengaku hanya memiliki uang sebesar itu dan memberikannya kepada Edward.

“Uang tersebut diserahkan dalam dua koper hitam dengan masing-masing berisi 500 ribu dolar AS,” tuturnya.

Jaksa menegaskan perbuatan Edward sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.

Selain itu, perbuatan terdakwa juga terancam pidana dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf b juncto Pasal 15 UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 atau Pasal 5 Ayat (2) UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atau Pasal 5 Ayat (1) UU 8/2010.

Sosok Edward Hutahaean memang jarang muncul ke publik.

Namun sebelumnya Edward Hutahaean pernah muncul ke media ketika memberikan bonus mobil kepada atlet bulu tangkis, pasangan ganda putri Leani Ratri Oktila/Khalimatus Sadiyah.

Edward Hutahaean menjabat sebagai Deputi Chef de Mission Kontingen Indonesia.

Edward juga pernah terekam dalam berita tragedi kecelakaan lalu lintas di jalan tol Jagorawi pada April 2020 bersama Wakil Jaksa Agung Arminsyah. Arminsyah tewas sedangkan Edward selamat, tetapi mengalami luka parah. (Red)