Mediapublik.co Banten-Pengamat Politik, Inskandarsyah menyoroti sikap Kapolres Lebak AKBP Suyono yang dinilai diskriminatif terhadap respon maraknya pertambangan-pertambangan illegal di wilayah hukumnya. Hal tersebut ditunjukan ketika wartawan dari teropongistana.com melakukan konfirmasi terkait galian tambang yang berada di lahan Perusahaan Hutan Negara Indonesia (Perhutani) dan wilayah Lebak Selatan.
“Kapolda Banten harus mencopot Kapolres Lebak yang diskriminatif ketika ditanya oleh awak media tentang persoalan rakyat, termasuk maraknya galian tambang di Lebak. Nanti saya akan bicara ke Kapolda Banten,’’ kata Pengamat Politik, Iskandarsyah saat dihubungi lewat telepon selulernya, Jumat (01/09/2023).
Disinggung tentang penanganan kasus empat bulan melakukan penambangan di lahan Perhutani yang saat ini ditangani oleh kepolisian. Iskandarsyah mendorong agar kasus tersebut tetap berjalan dan bisa terus berlanjut ke tahap persidangan.
“Harus ditangkap bos-bos besar tambang emas, tambang pasir, tambang tanah yang memang illegal. Jangan sampai hanya pekerja yang dibawahnya saja,’’ tutur Iskandarsnyah.
Sebelumnya juga. Penggiat dari Matahukum mengingatkan agar pelaku usaha tambang illegal di Lebak, Banten segera sadar, karena aktifitasnya saat ini menjadi persoalan serius di Masyarakat. Hal tersebut dikatakan Sekjen Matahukum, Mukhsin Nasir saat berdiskusi dengan salah seorang aparat yang berada di Lebak.
“Aktivitas tambang yang kian merak berharap agar para pelaku tambang illegal segera sadar,dan tolong hargai kami ini permerintah jangan mereka semakin merasa bebas dalam melakukan usaha pertambangan. Apalagi tanpa ada koordinasi yang baik kepada pemerintah daerah, sehingga aktivitas pertambangan di lebak ini tidak semakin menjadi persoalan masyarakat yang menimbulkan berbagai dampak, jalan rusak, kecelakaan,’’ kata Sekjen Matahukum, Muksin Nasir sambil menirukan ucapan dari seorang aparat tersebut, Sabtu (19/08/2023)
Lebih lanjut, kata Mukhsin pihaknya mengklaim telah melakukan penelusuran diberbagai lokasi galian tanah merah, galian pasir, batubara dan tambang emas. Menurutnya tak ada dampak positif ke Masyarakat sekitar, malah yang ada hanya membuat jalanan menjadi rusak dan berdebu serta bergelombang.
“Dampaknya banyak, lingkungan tercemar, lalulintas menjadi terganggu terutama masyarakat pengguna jalan. Ekonomi Masyarakat sekitar juga tidak meningkat. Saya sudah mendapatkan sebagian laporan dari Masyarakat yang tempat tinggalnya tak begitu jauh dengan area pertambangan. Rata-rata mereka mengeluhkan semua tentang adanya aktifitas pertambangan karena lebih banyak negatifnya, apalagi bekas-bekas galiannya yang memang bisa berbahaya karena menyisakan lubang-lubang yang dalam dan tidak ditutup Kembali,’’ jelas Mukhsin sambal melihatkan data yang dia peroleh dari lapangan.
Selanjutnya, Mukhsin berharap kepolisian tak sebatas menangkap pelaku tambang ilegal. Tetapi, perlu membongkar jalur penjualan materialnya secara menyeluruh.
Penindakan tidak hanya selesai pada menangkap pelaku tambang ilegal tetapi pemeriksaan mendalam terkait jalur pengangkutan hingga penjualannya, siapa yang terlibat, bagaimana mekanismenya dan mengapa ini dibiarkan berlarut hingga sekarang,” ucap pria Makasar tersebut saat berdiskusi dengan salah seorang pelaku eks tambang di Hotel Maris Sentral.
Sebelumnya juga diberitakan, Matahukum telah melihat banyaknya aktifitas perusahaan galian pertambangan diantaranya Pertambangan Galian Pasir, Pertambangan Galian Tanah Merah Ilegal, Galian Batubara dan Galian Tambang Emas di Lebal dan Serang yang tak mrmiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kementerian ESDM ataupun Pemerintah Pusat. Hal tersebut perlu adanya upaya serius dari aparat penegak hukum khususnya Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten.
“Langkah hukum Kejaksaan Agung yang menetapkan Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin sebagai tersangka sudah tepat. Mengingat pertambangan merupakan salah satu kejahatan ekonomi yang sangat luar biasa, maka perlu dukungan atau dorongan serius untuk Alat Penegak Hukum Khususnya Kejaksaan terlibat aktif melakukan pemantauan dan peneritban terhadap aktifitas galian pertambangan di Lebak dan Serang yang tak memiliki IUP,” usai Mukhsin Nasir.
Dijelaskan Mukhsin, untuk modus perusaaan tambang biasanya mereka hanya memiliki rekomendasi ingkungan atau pun dari daerah setempat. Karena, kata Mukhsin mereka menyadari untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak mudah dan membutuhkan biaya yang sangat tinggi.
“Saya bisa pastikan banyak aktifitas pertambangan di Lebak dan Serang yang tak miliki IUP dari pemerintah pusat ini sudah berlangsung cukup lama karena adanya pembiaran serta biaya yang mahal.Maka dari itu, saya mendorong Kejaksaan Tinggi Banten melakukan upaya pengawasan dan langkah hukum seperti yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terkait SIUP dengan menetapkan Dirjen Dirjen Minerba,” tegas Mukhsin.
Padahal, intruksi Presiden Joko Widodo sendiri sudah tegas untuk meminta Pemprov Banten dan Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya untuk segera menghentikan pertambangan batubara, galian pasir, dan emas ilegal yang merugikan masyarakat.
“Pertambangan ilegal tidak bisa ditoleransi,karena keuntungan satu dua tiga orang, kemudian ribuan lainnya dirugikan terkait dampak kerusakan alam yang kemudian menyebabkan bencana,” ucap Mukhsin dengan menirukan pernyataan Presiden Joko Widodo.
Kata Mukhsin, Mata Hukum berharap, Kejati Banten untuk melakukan penegakan hukum tindak pidana korupsi atas dugaan penambangan illegal terhadap pihak perusahaan penambangan dikarenakan aktivitas penambangan yang tidak memiliki izin sah dan memenuhi persyaratan. Kata Mukhsin, pihaknya juga mendorong kalau ada oknum aparat penegak hukum (APH) baik itu kejaksaan, kepolisian maupun TNI yang diduga terlibat dan menerima setoran dari praktik penambangan ilegal di Lebak dan Serang agar segera berhenti dan mundur.
Disinggung tentang data perushaan tambang yang diduga tak miliki IUP di Lebak dan Serang, kata Mukhsin pihaknya telah mengantongi nama-nama perusahaan memang masih beroperasi. Kata Mukhsin ada puluhan perusahaan pertambangan yang tak miliki IUP bahkan ratusan tapi masih beroeprasi.
Untuk titik-titik lokasi kegiatan pertambangan yang masih kerap beroperasi kata Mukhsin, dia menyebut tersebar di beberapa kecamatan. Seperti di Kecamatan Tunjung, Pagintungan Jawilan, dan Kopo masuk ke Serang. Sementara, untuk di Lebak yaitu lokasinya di Sajira, Banjarsari, Cihara, Cimarga, dan Bayah.
Tambang emas tersebar di Kecamatan Cibeber, Bayah, Panggarangan, Cihara, dan Lebakgedong. Tambang batubara di Kecamatan Panggarangan, Bayah, Bojongmanik, Cilograng, dan Cihara. Sementara galian tanah di Kecamatan Maja, Curugbitung, Sajira, Cibadak, dan Cikulur.
“Tambang pasir di Citeras, Kabupaten Lebak, yang beroperasi masih beraktivitas sampai sekarang. Di sana, ada beberapa perusahaan tambang yang masih beroperasi. Namun, sebagian besar pengusaha tambang telah meninggalkan lokasi pertambangan. Tidak ada upaya pemulihan lingkungan setelah kegiatan tambang selesai. Karena itu, di wilayah Citeras dan sekitarnya ditemukan banyak kolam besar dengan kedalaman lebih dari tiga meter yang menjadi bekas tambang pasir,” tutur Mukhsin
Sementara itu, kata Muksin untuk di Cimarga belasan tambang pasir masih aktif beroperasi. Tiap hari, lalu lalang kendaraan dengan muatan pasir basah dan overtonase melintas di Jalan Raya Leuwidamar dan Jalan Maulana Hasanudin. Dikatakan, Mukhsin, keberadaan angkutan pasir dikeluhkan masyarakat karena mengakibatkan jalan licin, kotor, dan dituding penyebab kerusakan jalan yang dibangun pemerintah dengan anggaran miliaran rupiah.
Di Banjarsari, tambang pasir ilegal bebas beroperasi. Tambang pasir berizin dan tidak berizin di beberapa desa di kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Pandeglang ini berkontribusi terhadap pendangkalan sungai. Bahkan, informasinya, pada awal Desember 2020 terjadi banjir besar yang merendam ribuan rumah di Banjarsari. Banjir luapan sungai Ciliman dan Cilemer dituding akibat pendangkalan sungai karena limbah tambang pasir mengalir ke sungai dan ke persawahan.
“Sebagian besar, tambang emas dan batubara merupakan pertambangan rakyat terletak di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Jumlah pertambangan emas tanpa izin (PETI) di TNGHS.
(Deni/Red)