MediaPublik.co, Jakarta | Belum lama berselang beredar video warganet, terkait aksi pencopotan baliho Ganjar Pranowo (Ganjar) oleh personil Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar, Sumatera Utara. Aksi tersebut dilakukan, Sabtu (11/11/2023), bersamaan dengan kunjungan bakal capres Ganjar Pranowo ke kota Pematangsiantar dan kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Ketua DPC PDIP, sekaligus Ketua DPRD Kota Pematangsiantar, Timbul Lingga, dikabarkan telah berkomunikasi dengan Walikota dan telah mendatangi markas Satpol-PP. Masalah tersebut tentu akan dapat dengan mudah diselesaikannya. Sebagai salah seorang anggota dari Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Pematangsiantar, membuat Timbul segera menuntaskan persoalan tersebut.
Pekan lalu, baliho Ganjar- Mahfud (GaMa) juga dicopot dan diturunkan Satpol- PP Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali atas instruksi Pj. Gubernur. Baliho GaMa disebut mengganggu estetika karena dipasang di tempat yang berdekatan dengan lokasi kunjungan kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasca berita pencopotan baliho GaMa tersebut viral, hingga ditanggapi Jokowi, baliho tersebut dikabarkan telah dipasang kembali.
Kedua peristiwa pencopotan baliho tersebut membuat DPP PDIP, Partai Mitra Kerjasama Politik pengusung dan pendukung, serta Tim Kampanye Nasional GaMa bereksi. Berbagai spekulasi muncul, prasangka dan dugaan pun tidak dapat dihindari. Namun Tim GaMa harus meyakini bahwa kemenangan hanya akan dapat diraih dengan cara- cara yang beradab. Siapapun yang bermain curang akan berhadapan dengan pemilik kedaulatan yakni rakyat.
Ini Juga : Kepala Daerah Nyaleg Diduga tak Taat Aturan Pemilu, Musa Weliansyah Beri Kritik Tajam
Sebagai rekan juang politik GaMa, yang memilih kerja- kerja live in dan love in rakyat, GaMa Centre menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut:
Pertama, bahwa pencopotan baliho GaMa harus kita respon dengan positif, tidak reaktif, dan tidak emosional. Aksi tersebut harus dimaknai sebagai “ketakutan” pihak tertentu kepada GaMa. “Baliho GaMa saja ditakuti, apalagi orangnya”. Maka Tim GaMa harus siap untuk memasang baliho yang lebih banyak. “Jika diturunkan 100 baliho, kita naikkan 1000 baliho, jika diturunkan 1000, kita naikkan 10.000 baliho. Masa cuma Kaesang dan Gibran saja yang balihonya ramai?”.
Kedua, bahwa saat ini belum masuk masa kampanye, maka tim GaMa harus memberi teladan dengan mencopot secara sukarela semua alat peraga dan bahan kampanye GaMa yang terpasang. Tim GaMa harus tetap patuh terhadap jadwal dan tahapan Pemilu yang telah ditetapkan KPU.
Ketiga, bahwa untuk memastikan alat peraga dan bahan kampanye GaMa, baik baliho, spanduk aman, tidak dicopot atau diturunkan oleh Satpol- PP, maka tim GaMa harus memasang (menempatkan) baliho, spanduk GaMa persis disamping baliho dan spanduk putra Jokowi, baik Gibran atau Kaesang. Baliho keduanya terpasang ramai dan aman di seluruh wilayah Indonesia. Maka baliho yang ditempatkan persis disamping baliho keduanya pasti aman.
Keempat, bahwa upaya memperkenalkan GaMa tidak perlu menggunakan cara- cara lama, melalui baliho, spanduk, dan benda mati lainnya. Rakyat muak dengan cara- cara lama yang menghambur- hamburkan uang. Tim GaMa harus memilih cara- cara baru, kreatif, sesuai perkembangan zaman. Pasangan GaMa tidak perlu meniru gaya politik “anak muda” Kaesang dan Gibran yang ternyata masih menggunakan cara lama, memasang baliho dan spanduk secara massif.
Kelima, bahwa penentu kemenangan di Pilpres 2024 tidak tergantung jumlah baliho, namun pada kemampuan mengidentifikasi dan mengasosiasikan diri GaMa terhadap rakyat. Sebagai pasangan orang biasa, bukan anak, menantu, cucu presiden, dan bukan pula anak, atau cucu pahlawan nasional, serta darah biru menjadikan identitas GaMa sama dan terasosiasi dengan rakyat.
Keenam, bahwa saatnya GaMa memelopori kampanye hijau dengan mengurangi atau menghentikan penggunaan alat peraga dan bahan kampanye, baik baliho, spanduk, dan bahan cetak lainnya dari plastik. Kemudian tidak memasang atau menempel alat peraga dan bahan kampanye di pohon- pohon. Aksi kecil untuk tidak merusak alam harus dimulai.
Ketujuh, bahwa tim GaMa harus terus menabur kebaikan dan menebar optimisme lewat kampanye yang sejuk, riang gembira, tanpa dendam dan amarah. Semua aksi tersebut adalah drama, drakor, sinetron politik seperti dijelaskan Jokowi. Maka Tim GaMa harus siap dengan seluruh drama, drakor, sinetron politik.
Kedelapan, bahwa persoalan baliho terlalu kecil untuk dijadikan bahan pertarungan politik. Tim GaMa lebih baik mempersiapkan ide, gagasan, dan program politik yang sederhana, yang dapat dipahami, dimengerti, dan diterima oleh rakyat. Saatnya Tim GaMa live in dan love in rakyat sebagai alasan dan tujuan Pemilu.
Kemenangan hanya akan diraih dengan memahami dan mengerti kebutuhan dan kepentingan rakyat. GaMa harus mampu membujuk dan meyakinkan hati rakyat, hingga mereka bergerak dan berjuang bersama, terlibat secara partisipatif.
Penulis : (Sutrisno Pangaribuan )
Editor : (Deni/red)