Mediapublik.co Jakarta – Sudah hampir satu bulan ini banyak mahasiswa yang mengikuti perkuliahan pasca berlalunya pandemi Covid-19 resah dan gundah-gulana.
Sebab, sejak bulan Mei 2023 hingga Juni 2023 ini, pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudrisek), melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) mengumumkan adanya puluhan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) atau Universitas alias kampus yang kena penalti dan terancam ditutup, karena berbagai alasan.
Penyebaran informasi dan pemberitaan yang dilakukan Dirjen Dikti itu menyulut keresahan bagi ribuan bahkan jutaan mahasiswa yang sedang mengikuti perkuliahan di Indonesia, khususnya di Jakarta.
Selain itu, pihak keluarga mahasiswa juga bertanya-tanya mengenai kampus-kampus yang mengalami penindakan oleh Dirjen Dikti terebut.
Hal yang sama juga menjadi perbincangan hangat di kalangan alumni para Perguruan Tinggi, dosen-dosen maupun para calon mahasiswa yang hendak mendaftar dan akan mengikuti perkuliahan pada semester ini.
Menurut Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek (Plt Dirjen Dikti), Prof Ir Nizam, Kementeriannya melakukan tindakan penutupan puluhan kampus swasta itu adalah untuk memastikan agar mahasiswa yang terdampak tak kehilangan haknya.
Selain itu, bagi dosen dan tenaga pendidik yang memiliki rekam jejak baik, lanjutnya, akan dipindah ke perguruan tinggi yang sehat.
Sedangkan, bagi yang terbukti ikut serta dalam pelanggaran akan diberikan sanksi dan dimasukkan daftar hitam.
Nizam mengatakan terkait penyelewengan sarana dan prasarana akan diserahkan kepada ketentuan hukum, termasuk hal-hal terindikasi pidana lainnya.
“Indikasi pidana akan diproses Inspektorat Jenderal dan Biro Hukum Kemendikbudristek untuk kemudian diserahkan kepada kepolisian maupun kejaksaan,” tutur Prof Ir Nizam, dalam keterangannya yang diterima, Sabtu (10/06/2023).
Nizam mengatakan, berdasarkan peraturan maka pemenuhan hak mahasiswa untuk pindah merupakan tanggung jawab badan penyelenggara perguruan tinggi.
Kemendikbudristek, kata dia, tetap melindungi, mengadvokasi, dan memfasilitasi, mahasiswa yang terdampak untuk pindah dan mendapatkan haknya.
Nizam menuturkan, mahasiswa yang terdampak dapat menghubungi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) setempat agar dibantu proses pengalihan angka kreditnya.
“Bagi mahasiswa penerima KIP-K maka LLDikti juga membantu memastikan agar mahasiswa yang pindah tidak kehilangan haknya,” ujar Nizam.
Sebelumnya, Kemendikbud mencabut 23 Izin Operasional Perguruan Tinggi Swasta yang melakukan pelanggaran berat, seperti tidak memenuhi ketentuan standar pendidikan tinggi, melaksanakan pembelajaran fiktif, serta melakukan praktik jual beli ijazah.
Selain itu pelanggaran berat ini juga termasuk melakukan penyimpangan pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) serta adanya perselisihan badan penyelenggara yang mengakibatkan proses pembelajaran tidak kondusif.
Menanggapi beredarnya informasi penutupan sejumlah kampus oleh Kemendikbudristek itu, Kepala Program Studi Fakultas Hukum Universitas Jakarta (Kaprodi), Retno Untari, menyampaikan kepada para mahasiswa dan mahasiswi di Universitas Jakarta (Unija), agar tak perlu panik.
“Proses monitoring dan evaluasi kepada setiap Perguruan Tinggi yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudrisek) adalah hal yang rutin dilakukan. Jadi, kita tidak perlu panik meresponi hal itu,” tutur Retno Untari, ketika ditanyakan mahasiswa dalam perkuliahan aktif di Universitas Jakarta (Unija), Senin (05/06/2023) pekan lalu.
Memang, lanjutnya, setiap Perguruan Tinggi yang dilakukan monitoring dan evaluasi itu mendapat penilaian dan tindakan yang berbeda-beda dari Kemendikbudristek. Hal itu sesuai dengan hasil-hasil laporan dan temuan yang diperoleh pihak Kemendikbudritek.
“Untuk kampus kita, di Universitas Jakarta ini, juga wajib mengikuti monitoring dan evaluasi. Sejauh ini, ada beberapa kondisi administrasi yang sudah dan masih terus dibenahi. Sejauh ini, tidak ada masalah yang tak bisa dilalui. Enam bulan ke depan, akan dilakukan monitoring lagi. Dan ya rutin begitu dilakukan monev (monitoring dan evaluasi). Jadi tak perlu panik,” tutur Retno Untari.
Hal yang sama juga disampaikan Wakil Rektor III Universitas Jakarta (Warek III Unija), Tjetjep Supriyatna. Menurut Tjetjep Supriyatna, untuk kampus UNIJA, tidak ada yang terlalu dikhawatirkan.
“Kami sudah membuka dan monitoring dan evaluasi kampus kita kepada pihak terkait, juga kepada para alumni, tidak ada yang perlu terlalu dirisaukan. Pembenahan-pembenahan memang wajib dilakukan oleh setiap Perguruan Tinggi,” jelas Tjetjep Supriyatna.
Kemendikbudristek Telah Pidanakan Kampus-Kampus Bermasalah
Sementara, Direktur Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti), Dr Lukman, ST., M.Hum, menegaskan, pihak Kemendikbudristek, tidak hanya menutup kampus-kampus yang bermasalah berat, namun juga sudah melakukan proses hukum dengan melaporkan secara pidana.
“Kita memang melakukan Pengendalian Perguruan Tinggi Bermasalah. Mohon maaf, saya tidak bisa menyampaikan detail kampus mana saja, nanti biarlah Perguruan Tingginya sendiri yang akan mengumumkan,” tutur Direktur Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti), Dr Lukman, ST., M.Hum, ketika dikonfirmasi.
Ketika ditanya, alasan penutupan kampus-kampus bermasalah, Lukman menegaskan, ada sejumlah pelanggaran fatal dan melanggar hukum yang diduga dilakukan kampus-kampus yang bermasalah itu. Seperti tidak memenuhi ketentuan standar pendidikan tinggi, melaksanakan pembelajaran fiktif, serta melakukan praktik jual beli ijazah.
Selain itu pelanggaran berat ini juga termasuk melakukan penyimpangan pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K).
“Itu kan pidana juga. Dan kami sudah tindak juga pidananya,” ujar Lukman.
Langkah Kemendikbudristek itu, ditegaskan Lukman, adalah untuk menciptakan pendidikan Indonesia yang sehat dan berkualitas di masa depan.
“Ini justru bentuk ketegasan kita untuk kampus-kampus yang tidak sesuai ketentuan,” tandas Lukman.